Milenial Antiserangan Fajar, Literasi Politik dan Remaja Ber-Negara
Oleh: Dr. Ayu Alwiyah Aljufri
(Anggota Dewan Pertimbangan DPP Partai NasDem)
“SERANGAN fajar” sudah menjadi istilah populer di setiap pemilu di Indonesia. Ia bukan sekadar istilah, melainkan praktik politik uang yang diwariskan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Uang tunai dibagikan menjelang hari pencoblosan untuk membeli suara rakyat. Praktik ini melukai demokrasi, melahirkan pemimpin yang berutang budi pada modal politik, bukan pada kepentingan rakyat.
Selama ini, banyak pihak mendorong literasi politik sebagai solusi. Masyarakat diingatkan bahwa suara tidak boleh ditukar dengan uang.
Tetapi pertanyaannya, apakah literasi politik saja cukup untuk memutus rantai serangan fajar?
Literasi Politik Penting, Namun Tidak Cukup
Literasi politik jelas penting. Ia membuat rakyat melek hak dan kewajibannya, berani menolak janji palsu, dan lebih kritis terhadap kandidat. Tetapi literasi politik sering berhenti pada pengetahuan, tidak sampai mengubah perilaku seseorang.
Dari sudut pandang psikologi, penerimaan politik uang kerap dipengaruhi oleh:
• Bias normalisasi: karena sering terjadi dan dianggap wajar.
• Immediate reward: uang kontan lebih terasa nyata daripada janji pembangunan yang masih belum jelas.
• Rasa sungkan: budaya patronase membuat orang sulit menolak pemberian.
Artinya, melawan politik uang tidak cukup hanya dengan pengetahuan. Dibutuhkan pembentukan mindset yang jernih, karakter yang berintegritas, serta ketahanan psikologis yang kokoh, khususnya di kalangan generasi muda sebagai garda terdepan perubahan.
Remaja Ber-Negara: Laboratorium Politik Sehat
Di sinilah peran Remaja Ber-Negara (RBN) yang digagas Partai NasDem menjadi relevan. RBN adalah wadah pembinaan politik untuk milenial dan Gen Z. Ia bisa menjadi laboratorium politik sehat, tempat anak muda belajar tentang kepemimpinan, etika, dan integritas.
Secara psikologis, masa remaja adalah fase pembentukan identitas (identity formation). namun penuh potensi, saat mereka mencari jati diri dan terbuka pada nilai-nilai baru.
Bila sejak dini ditanamkan keberanian untuk menolak politik uang, mereka akan tumbuh menjadi generasi yang bukan hanya cerdas secara politik, tetapi juga berjiwa teguh. Generasi yang imun terhadap godaan serangan fajar dan siap menjaga amanah demokrasi.
Melalui metode interaktif seperti _workshop_, simulasi pemilu sehat, debat mini, dan diskusi kritis, RBN menghadirkan pengalaman nyata yang membentuk remaja berani berkata tidak pada politik uang, ikhlas menunda kepuasan sesaat, serta terbiasa menatap masa depan dengan visi yang panjang dan bermartabat.
Menggabungkan literasi politik dengan RBN menghadirkan sejumlah manfaat strategis:
1. Mencetak Agen Perubahan
Milenial peserta RBN dapat menjadi duta antipolitik uang di keluarga dan lingkungan mereka.
2. Membangun Ketahanan Psikologis
Remaja dilatih menunda kepuasan (_delayed gratification_), keterampilan psikologis penting agar tidak mudah terbeli.
3. Gerakan Kolektif
RBN bisa melahirkan kampanye nasional “Pemilu Sehat Tanpa Uang” yang digaungkan generasi muda.
4. Investasi Demokrasi Jangka Panjang
Pemilu 2029 dan seterusnya akan lebih berkualitas jika generasi hari ini ditempa sejak dini.
Suara adalah Amanah
Dalam Islam, suara rakyat adalah bentuk amanah. Allah SWT menegaskan:
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya…” (QS. An-Nisa: 58)
Menyalahgunakan suara demi uang adalah bentuk pengkhianatan amanah. Dari perspektif psikologi moral, pengkhianatan ini menimbulkan disonansi batin dan melemahkan integritas bangsa. Karena itu, menanamkan kesadaran bahwa “suara adalah amanah” menjadi kunci menolak politik uang.
Politik uang tak akan sirna hanya dengan literasi politik. Ia harus ditandingi dengan perpaduan pengetahuan yang tercerahkan, karakter yang berintegritas, dan keteladanan moral yang hidup di tengah masyarakat.
Melalui program Remaja Ber-Negara, lahirlah generasi milenial antiserangan fajar , generasi yang berani berkata tidak pada transaksi politik, dan teguh menegakkan suara rakyat sebagai amanah suci demokrasi.
Dengan sinergi ini, Indonesia berpeluang melahirkan demokrasi yang bukan hanya bersih dari politik uang, tetapi juga bermartabat, beradab, dan menjadi warisan mulia bagi generasi mendatang.
(WH/GN)