Rangkap Jabatan Picu Konflik Kepentingan dan Pemborosan Uang Negara

JAKARTA (25 September): Anggota Komisi VI DPR RI Fraksi Partai NasDem, Asep Wahyuwijaya, berpandangan rangkap jabatan wakil menteri sebagai komisaris BUMN melanggar etika, memboroskan anggaran, dan menimbulkan tumpang tindih kewenangan.

“Soal rangkap jabatan, saya memandangnya bahwa bukan cuma semata-mata etik ketika wamen itu bisa jadi komisaris (BUMN),” kata Asep dalam RDPU Komisi V dengan para pakar dalam rangka menyerap masukan terkait revisi UU BUMN, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (25/9/2025).

Menurut Asep, pejabat negara yang merangkap menjadi komisaris di perusahaan BUMN mendapatkan dua fasilitas, yakni fasilitas keuangan publik dari APBN dan dari keuangan privat dari BUMN.

“Ketika memandang BUMN dalam perspektif keuangan negara, ini ada dua hal. Satu keuangan negara dalam konteks APBN yang menjadi hukum publik. Satu lagi, uang negara ke privat dari BUMN. Nah rangkap jabatan itu kan tidak bisa dipandang semata-mata karena problem etik,” tandasnya.

Legislator Partai NasDem itu menekankan bahwa rangkap jabatan tersebut memboroskan anggaran dan rawan tumpang tindih kepentingan. Hal itu perlu pembenahan agar tidak mengganggu ekosistem dan tata kelola BUMN.

“Dia mendapat fasilitas dari APBN sebagai keuangan hukum publik, dia juga mendapatkan imbalan dari keuangan negara yang jadi privat. Makanya Pak Prabowo mengatakan, tantim hilangkan. Nah itu contohnya,” tandasnya.

“Hemat saya tentu tidak boleh (rangkap jabatan). Pada saat sama dia dapat fasilitas APBN, keuangan negara publik. Pada saat sama dia menerima fasilitas keuangan negara, privat. Ini kan double dia dapet nih. Nah itu salah satu problem dari sisi conflict of interest,” tegas Asep. (Yudis/*)

Add Comment