Saan Mustopa Desak Pemerintah Segera Terbitkan Aturan Turunan UU Desa

JAKARTA (4 November): Wakil Ketua DPR RI, Saan Mustopa, mendesak pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan turunan dari Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2024 tentang Desa.

Menurut Saan, UU Desa yang disahkan pada Maret 2024 telah menetapkan masa jabatan kepala desa selama delapan tahun dan dapat dipilih dua periode. Namun hingga kini peraturan pelaksanaannya belum juga diterbitkan oleh pemerintah.

“Undang-undangnya sudah berlaku sejak Maret 2024, tapi sampai saat ini peraturan pemerintahnya belum ada. Seharusnya dalam waktu enam bulan sudah selesai. Sekarang sudah hampir dua tahun,” tegas Saan saat audiensi Pimpinan DPR RI dengan Asosiasi Kepala Desa Seluruh Indonesia, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (4/11/2025).

Legislator Partai NasDem itu menyatakan DPR akan memanggil Menteri Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi (PDTT) untuk meminta penjelasan terkait keterlambatan penerbitan PP tersebut.

“Kalau tidak ada PP-nya, para kepala desa akan kesulitan menerapkan aturan baru. Karena itu, kami akan memanggil Menteri Desa untuk meminta kejelasan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Saan menyoroti permasalahan lain yang dihadapi ribuan desa di Indonesia, yakni status wilayah desa yang masih berada di dalam kawasan hutan. Kondisi ini, menurutnya, membatasi desa dalam membangun infrastruktur dan mengakses berbagai program pemerintah.

“Ada banyak desa yang sudah ada masyarakatnya, kantor desa, sekolah, dan infrastruktur dasar, tetapi status tanahnya masih kawasan hutan. Akibatnya mereka tidak bisa membangun secara legal dan tertinggal dalam pembangunan,” jelasnya.

Untuk mengatasi persoalan tersebut, Saan mengungkapkan bahwa DPR RI telah membentuk Panitia Khusus (Pansus) Reforma Agraria guna memetakan dan menuntaskan masalah status tanah desa di kawasan hutan di seluruh Indonesia.

“Melalui pansus ini, kami akan memetakan berapa banyak desa yang statusnya masih kawasan hutan. Harapannya, semua desa bisa mendapatkan akses dan keadilan dalam pembangunan, termasuk layanan pendidikan dan perlindungan sosial,” tambahnya.

Selain itu, Saan juga menyoroti kebijakan penggunaan dana desa yang dinilainya masih terlalu kaku dan tidak memberi ruang inovasi bagi pemerintah desa. Menurutnya, pembatasan peruntukan dana desa membuat kepala desa tidak leluasa menyesuaikan kebutuhan lokal.

“Selama ini dana desa sudah ditentukan presentasenya untuk berbagai program, mulai dari pencegahan kemiskinan, stunting, ketahanan pangan, infrastruktur dasar, pemberdayaan masyarakat, hingga mitigasi bencana. Tapi karena terlalu kaku, desa jadi sulit berinovasi,” ujarnya.

Saan menegaskan, semangat dari Undang-Undang Desa seharusnya memberikan otonomi yang lebih luas kepada desa untuk menentukan prioritas pembangunan sesuai kebutuhan masyarakat setempat, bukan membatasi ruang gerak mereka dengan aturan yang terlalu teknis.

“Desa harus diberi ruang untuk berkreasi dan berinovasi. Jangan sampai karena aturan terlalu ketat, desa justru tidak bisa berkembang,” katanya.

Saan menegaskan bahwa DPR RI akan terus mengawal agar regulasi turunan Undang-Undang Desa dapat segera diselesaikan dan dijalankan secara efektif demi kemajuan desa di seluruh Indonesia.

“Kita ingin desa-desa bisa mandiri, inovatif, dan berkeadilan. Untuk itu, aturan turunannya harus segera diterbitkan agar implementasi Undang-Undang Desa tidak terhambat,” pungkasnya. (Yudis/*)

Add Comment