Willy Sebut Lomba Orasi DPR RI Membuka Ruang Partisipasi Publik
JAKARTA (7 November): Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menilai Lomba Orasi Bintang Orator (LOBO) DPR RI, sebagai bentuk nyata dari meaningful participation, yaitu partisipasi publik yang memberikan substansi, bukan sekadar formalitas.
“Legislasi itu harus dua arah. LOBO adalah cara DPR membuka ruang agar publik bisa menyampaikan ide-idenya secara langsung. Ini bukan hanya lomba, tapi bagian dari proses demokrasi yang hidup,” ujar Willy saat hadir sebagai juri LOBO 2025.
LOBO DPR RI 2025 kembali menjadi magnet bagi masyarakat untuk menyalurkan gagasan dan aspirasi secara kreatif. Bertempat di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/11/2025), kegiatan tersebut mengangkat tema ‘Masukan terhadap Revisi UU No. 28/2014 tentang Hak Cipta’ dan diikuti oleh 81 peserta dari berbagai daerah.
LOBO menunjukkan bahwa partisipasi publik dalam proses legislasi dapat dilakukan dengan cara yang inklusif dan inspiratif. Melalui orasi, peserta dari berbagai latar belakang menyampaikan pandangannya terhadap tantangan perlindungan hak cipta di era digital. Semangat itu menjadi bukti bahwa masyarakat tidak hanya ingin didengar, tapi juga ingin terlibat dalam proses kebijakan.
Dari puluhan peserta, terpilih sembilan finalis terbaik yang menampilkan orasi dengan beragam perspektif. Arbi Tri Ramadhan, alumnus santri asal Bengkulu, keluar sebagai juara 1, disusul Andini Zainita Farisah dari Sidoarjo dan Ceysha Dwi Junianti dari Pekanbaru sebagai juara 2 dan 3. Sementara Jasmine Olivia, I Kadek Marssel Bagia Sedana, dan Rahmat Ilahi menerima penghargaan sebagai juara favorit.
Willy menilai bahwa banyak ide peserta yang relevan dengan dinamika zaman. Beberapa finalis menyoroti pentingnya pembaruan UU Hak Cipta yang disusun di era analog, sementara masyarakat kini hidup dalam ekosistem digital yang kompleks.
“Masukan peserta luar biasa. Ada yang mengusulkan pembentukan lembaga perlindungan kreator di luar manajemen kolektif. Ini masukan yang sangat relevan dan akan kami bawa dalam kajian DPR,” ungkapnya.
Lebih jauh, Willy menyebut kegiatan seperti LOBO perlu diperluas ke berbagai daerah sebagai strategi jemput bola partisipasi publik. Menurutnya, DPR tidak boleh menunggu masyarakat datang ke parlemen, tetapi justru aktif hadir di ruang-ruang pendidikan dan komunitas.
“Kalau hari ini peserta datang ke DPR, ke depan DPR yang akan datang ke mereka. LOBO bisa digelar di sekolah, kampus, atau pesantren, agar semakin banyak warga yang bisa berpartisipasi,” jelasnya.
Legislator Partai NasDem itu menambahkan, partisipasi masyarakat juga perlu diiringi dengan pendekatan berbasis riset agar setiap kebijakan yang dihasilkan memiliki landasan ilmiah yang kuat.
“Kami ingin setiap keputusan DPR berbasis pada riset dan aspirasi publik. LOBO membuka jalan ke arah itu, karena ide-ide yang muncul adalah refleksi langsung dari kebutuhan masyarakat,” tegasnya. (dpr.go.id/*)