Negara Wajib Berikan Akses Medis bagi setiap Warga Negara
JAKARTA (10 November): Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyoroti penolakan rumah sakit terhadap pasien darurat asal Baduy yang tidak ber-KTP. Ia menegaskan bahwa jaminan terhadap akses pelayanan medis harus diberikan kepada setiap warga negara.
“Rumah sakit ataupun fasilitas kesehatan tidak boleh menolak pasien hanya karena persoalan administrasi,” tegas Nurhadi, Jumat (7/11/2025).
Hal itu ditegaskan Nurhadi menanggapi kabar sebuah rumah sakit menolak pasien darurat tidak ber-KTP. Pasien tersebut adalah sorang pemuda Baduy dalam bernama Repan yang menjadi korban begal di kawasan Cempaka Putih, Jakarta Utara pada Minggu (26/10/2025) malam, saat sedang berkeliling berjualan madu.
Repan mengalami luka bacok di lengan kiri dan sempat dilarikan ke rumah sakit terdekat. Namun, pihak rumah sakit menolak menangani karena korban tidak memiliki KTP.
Nurhadi melihat beberapa hal penting yang harus segera disikapi terkait kasus itu, termasuk jaminan bagi setiap warga negara atas akses pelayanan medis, apalagi dalam kondisi darurat.
“Kasus yang dialami oleh saudara kita dari komunitas Baduy yang menjadi korban pembegalan saat berjualan madu dan pada akhirnya kesulitan mendapatkan layanan kesehatan karena tidak memiliki KTP, merupakan sebuah preseden yang sangat mengkhawatirkan,” tandasnya.
Ia menyatakan komunitas Baduy dalam secara historis memiliki pola kehidupan yang berbeda, termasuk dalam hal kepemilikan dokumen kependudukan seperti KTP. Hal itu dinilai menjadi penghambat serius ketika mereka harus menghadapi kejadian tak terduga.
Nurhadi mendesak pemerintah untuk bisa memastikan bahwa masyarakat adat atau komunitas khusus mendapat kemudahan dalam memperoleh dokumen dasar agar hak-hak dasar masyarakat adat tersebut bisa terlindungi.
Di samping itu, Nurhadi pun mendorong Kementerian Kesehatan, Kementerian Dalam Negeri (kependudukan), hingga dinas kesehatan dan dinas sosial di daerah untuk bersinergi serta berkoordinasi.
“Untuk kasus semacam ini, protokol atau SOP-nya harus jelas, bahwa rumah sakit wajib segera memberikan pertolongan pertama, selanjutnya administrasi dapat dilengkapi kemudian,” tegasnya.
Sementara itu, untuk langkah jangka panjang, Nurhadi mengatakan Komisi IX DPR akan mendorong adanya regulasi yang menjamin akses layanan kesehatan tanpa terkecuali bagi masyarakat yang belum memiliki dokumen formal dalam kondisi darurat.
Pihaknya juga akan mendorong program percepatan penerbitan KTP atau dokumen alternatif bagi komunitas adat yang selama ini belum tercatat secara formal.
Nurhadi menekankan agar kasus ini menjadi momentum untuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem layanan kesehatan dalam negeri. Menurutnya, hal ini penting untuk memastikan pelayanan kesehatan menjadi lebih inklusif dan menghormati hak asasi manusia.
“Komisi IX DPR siap berkoordinasi dengan pemerintah dan stakeholder terkait untuk memastikan bahwa kejadian seperti ini tidak terulang. Tidak boleh ada warga negara yang ‘terlupakan’ oleh sistem hanya karena persoalan administratif,” pungkasnya. (dpr.go.id/*)