Kita Harus Belajar dari Pengalaman agar tidak Terjadi Kutukan Migas
JAKARTA (14 November): Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menegaskan pentingnya kepastian hukum dan tata kelola profesional dalam pelaksanaan Participating Interest (PI) sektor minyak dan gas bumi (migas), baik di Provinsi Kalimantan Timur maupun Papua Barat.
“Asbabun nuzulnya PI ini sejak masa awal sebelum Blok Cepu. Kita belajar dari pengalaman agar tidak terjadi apa yang disebut kutukan migas, yakni daerah kaya sumber daya tapi masyarakatnya tetap miskin,” kata Sugeng dalam RDPU Komisi XII DPR dengan sejumlah pemangku kepentingan sektor migas di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (13/11/2025).
Turut hadir Dirjen Migas Kementerian ESDM, Kepala SKK Migas, para gubernur dan bupati dari daerah penghasil migas di Kalimantan Timur dan Papua Barat, serta perwakilan PT Pertamina Hulu Energi, BP Berau Ltd, RH Petrogas Ltd, Genting Kasuari, PT Pertamina Hulu Indonesia, dan Eni Muara Bakau BV.
Agenda utama rapat meliputi pembahasan potensi migas daerah, rencana pembagian Participating Interest, serta isu-isu strategis terkait pengelolaan hulu migas.
Sugeng menjelaskan bahwa konsep Participating Interest muncul sebagai bentuk koreksi terhadap ketimpangan distribusi manfaat di daerah penghasil migas.
“Maka PI hadir untuk memastikan daerah ikut memperoleh manfaat langsung dari kegiatan eksplorasi dan produksi,” ujar Sugeng.
Ia kemudian menjabarkan bahwa dalam rezim pertama pelaksanaan PI, mekanismenya bersifat business to business (B-to-B) antara pemerintah daerah melalui BUMD dan kontraktor migas. Dalam skema ini, BUMD wajib menyiapkan modal sesuai porsi kepemilikan.
“Contohnya pada Blok Cepu tahun 2008, dengan anggaran pengembangan (POD) mencapai 3,2 miliar dolar AS, maka untuk mengambil 10 persen PI, daerah harus siap menyediakan dana sekitar 320 juta dolar. Karena itu, waktu itu provinsi maupun kabupaten penghasil seperti Jawa Timur, Bojonegoro, dan Blora berbagi proporsi kepemilikan,” jelasnya.
Sugeng menilai, sistem rezim pertama memiliki kelebihan dari sisi transparansi dan pengawasan karena adanya keterlibatan langsung BUMD dalam rapat teknis dan audit biaya operasi.
Namun, Legislator NasDem itu juga mengingatkan agar pengelolaan PI di daerah tidak terjebak dalam praktik nepotisme.
“Saya sekadar mengingatkan, jangan sampai BUMD yang mengelola PI dipimpin oleh orang-orang dekat kepala daerah. Ini bukan ruang keluarga. BUMD harus profesional karena mereka akan bermitra dengan perusahaan multinasional yang menerapkan tata kelola ketat,” tegasnya.
Lebih lanjut, Sugeng menjelaskan adanya rezim kedua dalam implementasi PI, yakni model di mana operator memberikan porsi partisipasi kepada pemerintah daerah tanpa kewajiban penyertaan modal awal, sebagaimana diatur dalam kebijakan terbaru. Ia menilai model ini menguntungkan daerah, tetapi harus tetap menghormati prinsip kontrak.
“Kita harus menghormati kesucian kontrak. Jangan semena-mena mengubah isi perjanjian, karena investasi di hulu migas sangat sensitif terhadap kepastian hukum. Kalau ada hal yang perlu disesuaikan, bisa dilakukan lewat adendum dengan prinsip saling menghormati,” ujarnya.
Sugeng juga mengapresiasi potensi besar migas di Papua Barat, terutama di wilayah kerja Genting Kasuari dan BP Berau, yang dinilai bisa menjadi motor ekonomi daerah jika dikelola dengan transparan dan berbasis keadilan.
“Papua punya capture area besar, ini kesempatan yang luar biasa. Tapi sebelum bicara keuntungan, kita harus memastikan dasar hukumnya kuat, kontraknya jelas, dan bagi hasilnya berpihak pada daerah,” ujarnya menegaskan.
Di akhir rapat, Sugeng menyetujui usulan pembentukan satuan tugas (satgas) khusus yang terdiri dari unsur operator, SKK Migas, DPR RI, dan pemerintah daerah untuk meninjau dan mempercepat implementasi PI di Kalimantan Timur dan Papua Barat.
“Saya sependapat, perlu ada Satgas yang menata mekanisme PI ini secara rinci dan transparan. Jangan sampai dalam upaya kita menepuk dulang, justru menciprat muka sendiri. Kita harus menciptakan iklim kondusif bagi operator, baik Pertamina maupun mitra asing, agar investasi di hulu migas tetap berjalan dengan baik,” tutup Sugeng. (dpr.go.id/*)