Penyelesaian Masalah Sampah Jadi Prioritas Strategis Nasional
SURAKARTA (17 November): Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menegaskan bahwa percepatan penyelesaian persoalan sampah menjadi prioritas strategis nasional.
“Kita semua concern betul bagaimana mengatasi problem sampah. Targetnya jelas, dua tahun lagi open dumping harus selesai,” ujar Sugeng dalan Kunjungan Kerja Spesifik Panitia Kerja (Panja) Lingkungan Hidup Komisi XII di Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa) Putri Cempo, Surakarta, Jawa Tengah, Jumat (14/11/2025).
Open dumping merupakan metode pembuangan sampah di Tempat Pemrosesan Akhir (TPA) secara terbuka tanpa pengelolaan dan perlakuan khusus, di mana sampah hanya ditumpuk begitu saja di permukaan tanah.
Di hadapan jajaran mitra kerja Komisi XII wilayah kerja Kota Surakarta dan Jawa Tengah, PLN, serta manajemen PT Putri Cempo, Sugeng menyebut bahwa pembenahan sistem pengelolaan sampah harus menjawab dua mandat Presiden Prabowo Subianto, yaitu penyelesaian persoalan sampah nasional pada 2029, serta penghentian praktik open dumping pada 2027.
Putri Cempo merupakan satu dari 12 proyek pembangkit listrik tenaga sampah yang diinisiasi pemerintah pusat sejak awal 2010-an. Namun, PLTSa yang digadang-gadang menjadi percontohan waste to energy itu tak pernah mencapai performa optimal.
Sugeng menjelaskan bahwa persoalan utama terletak pada dua aspek, yaitu keekonomian proyek dan kesiapan teknis. Pertama, perubahan tarif jual listrik menjadi pukulan berat bagi operator.
“Semula diputuskan 18,5 sen dolar per kWh. Setelah ada Perpres 2018, tarif turun menjadi 13,5 sen dolar. Dengan penurunan lima sen dolar itu, proyek ini menjadi tidak ekonomis,” katanya.
Selanjutnya, proyek tidak didukung pemberian tipping fee dari pemerintah daerah, insentif yang lazim diberikan untuk menutup biaya pengolahan sampah. Model beli putus membuat PT Putri Cempo menanggung seluruh risiko operasional.
“Di Surabaya memang tidak optimal, tetapi mereka masih punya tipping fee sehingga operator bisa bernapas. Di sini tidak ada,” ujar Sugeng.
Panja juga mencatat kegagalan studi kelayakan awal dalam memprediksi komposisi sampah Kota Solo. PLTSa membutuhkan 500 ton refuse derived fuel (RDF) per hari, namun suplai itu tidak terpenuhi.
“Lebih dari 70 persen sampah adalah sampah rumah tangga yang organik dan belum melalui pemilahan. Bahan bakunya tidak sesuai kebutuhan mesin,” ucap Sugeng.
Salah hitung itu berdampak langsung pada terhentinya operasional PLTSa dan akumulasi sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Putri Cempo.
Data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menunjukkan Indonesia menghasilkan hampir 60 juta ton sampah per tahun. Hanya sekitar 40 persen yang terkelola, dan sebagian besar masih menggunakan metode open dumping.
Lebih mengkhawatirkan, 350 ribu ton di antaranya merupakan sampah plastik yang mencemari laut. Indonesia tercatat sebagai salah satu dari tiga penyumbang sampah laut terbesar di dunia (UNEP, 2024).
“Pertumbuhan sampah kita deret ukur, sementara kemampuan pengelolaan deret hitung. Tidak imbang,” ujar Sugeng.
Ia menegaskan persoalan sampah harus dipandang bukan hanya sebagai urusan kebersihan kota, tetapi juga komitmen Indonesia dalam Paris Agreement serta kewajiban menekan emisi sesuai Nationally Determined Contribution (NDC).
Sugeng mengatakan Panja membuka opsi perubahan skema nasional untuk percepatan pembangunan PLTSa. Salah satunya dengan membuka lelang internasional.
“Negara mana atau teknologi mana yang efisien dan ramah lingkungan, itu yang kita pilih. Biarkan dunia ikut peduli,” ungkapnya.
Selain waste to energy, ia juga menekankan pentingnya konversi sampah organik menjadi pupuk, mengingat tingginya harga pupuk anorganik yang bergantung pada impor gas, kalium, dan bahan baku dari negara seperti Belarus dan Kanada.
Sugeng menegaskan bahwa Komisi XII melalui Panja Lingkungan Hidup akan menyampaikan rekomendasi komprehensif kepada pemerintah. Ia menyebut bahwa penyelesaian persoalan sampah adalah momentum satu kali kesempatan.
“Now or never. Sekarang atau tidak sama sekali. Kalau tidak, persoalan sampah ini akan merusak kita,” katanya.(dpr.go.id/*)