Pemerintah Harus Pastikan Lahan Pertanian tidak Berubah Fungsi
SUKABUMI (26 November): Wakil Ketua DPR RI, Saan Mustopa, menegaskan Program Rumah Pangan Rakyat (RPR) sebagai bagian dari dukungan terhadap agenda prioritas Presiden Prabowo Subianto dalam mewujudkan swasembada dan memperkuat ketahanan pangan nasional.
Saan menegaskan bahwa program itu bukan sekadar penyaluran bantuan, melainkan sebuah model gerakan berbasis masyarakat untuk memastikan produksi pangan tetap terjaga dan meningkat.
“Rumah Pangan Rakyat ini dalam rangka mendukung program prioritas pemerintah di bawah Pak Prabowo terkait swasembada. Ini akan menjadi model gerakan untuk menopang swasembada pangan dalam rangka mencapai ketahanan pangan ke depan,” ujar Saan saat menghadiri pembagian benih, tanam padi, dan soft launching Program Rumah Pangan Rakyat, di Kota Sukabumi, Jawa Barat, Rabu (26/11/2025).
Dalam kegiatan tersebut, Saan menjelaskan bahwa bantuan yang dibawa mencakup bibit dan berbagai sarana produksi lainnya untuk mendukung lebih dari 300 hektare lahan pertanian.
Ia menekankan bahwa kolaborasi antarpihak sangat penting, terbukti dari kehadiran Kementerian Pertanian, Wali Kota Sukabumi, anggota Komisi IV DPR Sulaiman L Hamzah, yang semuanya hadir untuk memastikan program berjalan secara menyeluruh dan terintegrasi.
Saan juga menyoroti persoalan kesejahteraan petani yang menurutnya sangat dipengaruhi oleh produktivitas, intensitas panen, serta kepastian harga. Ia menegaskan bahwa pemerintah telah menetapkan harga dasar gabah sebesar Rp6.500 per kilogram, namun nilai tersebut perlu terus dikaji agar memberikan peningkatan pendapatan bagi petani.
“Untuk meningkatkan kesejahteraan petani, yang pertama produktivitasnya harus naik, intensitas panennya meningkat, dan ketiga tentu harganya. Pemerintah sudah membuat patokan harga minimal Rp6.500, dan kalau itu pelan-pelan ditingkatkan, ini bisa menopang petani,” katanya.
Terkait pemilihan Kota Sukabumi sebagai lokasi program, Saan menjelaskan bahwa daerah tersebut memiliki sekitar 1.300 hektare lahan pertanian yang sangat strategis.
Dengan aksesibilitas yang meningkat akibat pembukaan jalan tol, tekanan terhadap lahan produktif diprediksi akan semakin tinggi. Ia menegaskan bahwa pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan harus memastikan agar lahan-lahan pertanian ini tidak berubah fungsi secara tidak terkendali.
“Bagaimana kita menjaga 1.300 hektare lahan pertanian ini di tengah gempuran? Dengan akses tol yang terbuka, orang akan banyak datang ke Sukabumi. Maka komitmen menjaga lahan sawah ini menjadi penting. Jangan sampai sawah menjadi perumahan,” tegasnya.
Karena itu, Saan menilai perlunya penguatan koordinasi lintas kementerian, mulai dari Kementerian Pertanian, hingga Kementerian ATR/BPN, bersama pemerintah daerah untuk memastikan proses alih fungsi lahan dapat dikendalikan melalui tata ruang yang jelas dan pengawasan yang ketat.
Ia menegaskan bahwa program ketahanan pangan tidak boleh berseberangan dengan praktik alih fungsi lahan yang tidak terpantau.
“Ini penting, mengintegrasikan kementerian-kementerian terkait agar alih fungsi lahan bisa terawasi dan tidak sembarangan. Kita punya program ketahanan pangan, tapi di sisi lain alih fungsi terus berjalan, itu tidak boleh,” ujarnya.
Saan menutup pernyataannya dengan menegaskan bahwa ketahanan pangan hanya dapat dicapai apabila lahan produktif dijaga, produksi ditingkatkan, dan petani memperoleh keuntungan yang layak. Kolaborasi lintas lembaga, menurutnya, menjadi kunci untuk menjaga masa depan pangan Indonesia. (Yudis/*)