Keberpihakan adalah Makrifat Tertinggi Gerakan Perubahan

JAKARTA (28 November): Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menegaskan bahwa gerakan sosial tidak boleh berhenti pada empati semata. Ia menyampaikan bahwa setiap gerakan harus naik kelas, dari empati, menuju solidaritas, hingga keberpihakan.

“Empati itu syariat, tapi yang satu tingkat di atasnya adalah solidaritas. Dan yang paling tinggi, makrifatnya sebuah gerakan itu adalah keberpihakan,” tegas Willy dalam Dialog Kebangsaan Fraksi Partai NasDem bersama Gerakan Turun Tangan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (28/11/2025).

Menurut Willy, keberpihakan merupakan inti dari arah gerakan sosial dan politik. Keberpihakan menentukan kepada siapa energi perubahan diarahkan dan untuk siapa perjuangan dilakukan.

“Kalian berpihak pada siapa? Pada rakyat yang mana? Itu bentuk makrifat sebuah gerakan,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa gerakan yang hanya reaktif suatu peristiwa atau masalah teknis belum mencapai esensi politik yang sesungguhnya. Proses naik kelas dalam gerakan sosial memiliki paralel dengan laku spiritual yakni syariat, tarekat, hingga makrifat.

Jika empati adalah syariat, maka solidaritas adalah tarekat. Organisasi, kata Willy, menjadi wadah yang memungkinkan seseorang melampaui empati menuju tindakan kolektif yang terstruktur.

“Kalian berorganisasi itu bagian dari tarekat. Mengikatkan diri pada pilihan, pada komitmen. Dan itu harus disyukuri,” ujarnya.

Willy juga mengingatkan bahwa keberpihakan adalah fondasi utama politik. Gerakan sosial mungkin berangkat dari keprihatinan, tetapi politik menuntut ketegasan sikap.

“Keberpihakan itu basis utama politik. Kalau voluntarisme basis utama movement, maka keberpihakan basis utama dari politik,” katanya. Ia mengingatkan bahwa banyak gerakan runtuh ketika perilaku para pelakunya tidak sesuai dengan nilai yang mereka suarakan.

Karena itu, Willy menekankan pentingnya konsistensi antara kata dan perbuatan. Ia menyebut konsistensi sebagai manifestasi tertinggi dari sebuah gerakan.

“Satunya kata dan perbuatan itu hal yang paling kafah. Totalitas,” ujarnya. Baginya, totalitas bukan berarti perubahan besar yang instan, tetapi komitmen penuh pada nilai yang dipegang.

Ia mengakui bahwa perubahan total dalam masyarakat tidak mudah. Namun, setiap relawan harus menikmati prosesnya dan memahami bahwa gerakan perubahan dibangun dari ketekunan kecil yang dilakukan secara konsisten. “Perubahan total itu sulit. Tapi totalitas itu wajib. Jangan jadi volunteer hanya separuh hati. Nikmati prosesnya,” pesan Willy.

Menurutnya, keberanian untuk menikmati proses perjuangan adalah bentuk tertinggi kebahagiaan dalam kerja-kerja sosial. Ia menyebut hal itu sebagai eudaimonia—kebahagiaan yang lahir dari makna dan kontribusi.

“Itu namanya eudaimonia, di tengah orang-orang melakukan head-on. Kalian tetap di track,” ujarnya.

Lebih jauh, Willy menyampaikan bahwa relawan hari ini memiliki peran strategis dalam menjaga arah demokrasi. Dengan semakin banyaknya tantangan politik dan sosial, gerakan berbasis solidaritas dan keberpihakan menjadi benteng terakhir untuk menjaga manusia tetap manusiawi. Gerakan komunitas, katanya, adalah energi moral bangsa.

Ia mengajak para relawan untuk terus bergerak, menjaga konsistensi, dan memperkuat organisasi. Ia menutup dengan pesan agar generasi muda tidak hanya hadir sebagai penonton perubahan, tetapi sebagai pelaku yang berpihak dan berkomitmen.

“Jaga totalitas kalian. Keberpihakan adalah makna tertinggi gerakan. Dan dari situlah perubahan dimulai,” tutupnya. (Yudis/*)

Add Comment