Sekolah tak Boleh Kehilangan Empati di Masa Bencana
JAKARTA (8 Desember): Anggota Komisi X DPR RI, Ratih Megasari Singkarru, menekankan pentingnya menempatkan sekolah sebagai ruang kemanusiaan, terutama di tengah bencana yang menimpa masyarakat Pulau Sumatra.
Ia menyoroti kebijakan sekolah yang tetap melaksanakan ujian akhir semester meski warga dan siswa terdampak banjir.
“Sekolah bukan mesin administrasi, sekolah adalah ruang kemanusiaan. Ketika sekolah kehilangan empati, maka ia telah kehilangan tujuan keberadaannya,” ujar Ratih dalam Rapat Kerja Komisi X DPR dengan Mendikdasmen Abdul Mu’ti, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (8/12/2025).
Ia menambahkan, meski banjir mulai surut dan jalan mulai terbuka, warga dan guru masih menghadapi kelelahan dan kerusakan harta benda, sementara sekolah tetap melaksanakan ujian.
“Di saat anak-anak kehilangan buku, seragam, dan ruang belajar mereka, sekolah-sekolah bergegas menyelenggarakan ujian. Ini merupakan kekeliruan,” jelasnya.
Ratih mencontohkan praktik di Sekolah Sukma Bangsa, yang meniadakan ujian konvensional dan menjadikan bencana sebagai materi pembelajaran kehidupan.
Ia mendorong Kemendikbud dan Kebudayaan mengadopsi pendekatan itu sebagai kebijakan mitigasi pendidikan nasional.
“Hentikan obsesi pada angka rapor di masa darurat. Aspek empati dan solidaritas jauh lebih penting. Jadikan bencana sebagai sumber belajar,” tegasnya.
Ratih menekankan bahwa bencana merupakan ujian sekaligus momentum untuk membuktikan pendidikan tidak boleh berhenti, dengan prinsip memulihkan fisik dan jiwa guru serta siswa.
“Pulihkan fisiknya dan juga pulihkan jiwanya untuk guru dan siswa,” pungkasnya. (Yudis/*)