Pejuang Kemanusiaan untuk Bencana Sumatra Layak Diapresiasi Negara

JAKARTA (15 Desember): Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menyarankan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) memberikan penghargaan kepada aktivis-konten kreator, Ferry Irwandi. Menurut Willy, aksi Ferry dalam tanggap darurat bencana di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat, sangat mencerminkan nilai-nilai Pancasila.

“Mari kita menjadi bangsa yang pemaaf. Kemudian menjadi bangsa yang tidak pelit memberikan apresiasi. Salah satunya kepada Ferry Irwandi,” ujar Willy dalam forum Refleksi Tahunan 2025 BPIP yang diselenggarakan di Perpustakaan Nasional, Jakarta, Senin (15/12/2025).

Ferry, menurut legislator Partai NasDem itu, sangat layak mendapat apresiasi atas aksinya melakukan penggalangan dana untuk tanggap darurat, menyalurkan bantuan tersebut secara transparan ke para korban bencana. Aksi Ferry adalah pencerminan nilai gotong royong yang ada dalam Pancasila.

Selain Ferry, BPIP bisa memilih figur-figur yang bisa merepresentasikan nilai-nilai Pancasila dari berbagai sektor. Willy mencontohkan, polisi, tentara, bidan, dokter, guru, birokrat, aparatur sipil negara, pekerja swasta, atau aktivis.

“Tahun depan, di Refleksi 2026, kita hadirkan di sini,” kata Willy yang memimpin komisi DPR yang bermitra dengan BPIP tersebut.

Penghargaan-penghargaan itu, kata Willy, adalah cara BPIP memperlihatkan contoh hidup dari Pancasila. Dengan begitu, menurut pria kelahiran di Solok, Sumatra Barat itu, BPIP bisa berperan sebagai katalisator untuk perubahan struktural, kultural, dan natural. Pancasila adalah pelumas untuk perubahan struktural, kultural, dan natural sekaligus.

Pancasila, kata Willy lagi, jangan ditempatkan di tempat yang sunyi, tak terjamah. Pancasila adalah keseharian kita semua, jangan mau dijebak dalam narasi besar. Pancasila adalah hal-hal sederhana, kecil-kecil, yang ada di sekeliling kita.

“Saya lima tahun ini, berusaha mendekonstruksi itu, melakukan pendekatan induktif terhadap Pancasila. Saya punya teman, (almarhum Franky Sahilatua), membikin ‘Pancasila di Rumahku’. Pancasila sebagai keseharian,” urai sarjana Filsafat dari Universitas Gadjah Mada itu. (RO/*)

Add Comment