Pertumbuhan Ekonomi Harus Mampu Wujudkan Kesejahteraan Rakyat
JAKARTA (17 Desember): Proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan harus menjadi salah satu upaya untuk mewujudkan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia, yang merupakan salah satu amanat para pendiri bangsa.
“Keseluruhan data proyeksi ekonomi yang ada saat ini diharapkan mampu menjadi pedoman bagi kita semua agar mampu memahami apa yang harus dilakukan pada tahun depan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional,” kata Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Indonesia Economic Outlook 2026 yang digelar Forum Diskusi Denpasar (FDD) 12 di Jakarta, Rabu (17/12/2025).
Diskusi yang dimoderatori Eva Kusuma Sundari (Staf Khusus Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan David Sumual (Kepala Ekonom Bank BCA), Media Wahyudi Askar (Direktur Center of Economic and Law Studies/Celios), dan Riza Annisa Pujarama (Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance /INDEF) sebagai narasumber.
Selain itu hadir pula Dr. Radityo Fajar Arianto, SE, MBA. (Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, bangsa Indonesia harus memiliki optimisme dengan bersama-sama terlibat aktif dalam upaya mengakselerasi pertumbuhan ekonomi.
Rerie, sapaan akrab Lestari berpendapat, para pemangku kepentingan perlu bersama-sama melakukan refleksi untuk melihat sektor-sektor yang berpotensi tumbuh dan bisa dimanfaatkan sebagai salah satu faktor pendorong untuk mencapai target ekonomi yang direncanakan.
Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI menilai, sektor padat karya perlu mendapat perhatian lebih untuk menyikapi dampak dinamika ekonomi global menekan perekonomian di dalam negeri.
Anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu berharap, partisipasi aktif semua pihak, masyarakat, swasta, dan pemerintah, dalam mendorong pertumbuhan ekonomi tahun depan dapat mewujudkan kesejahteraan bagi setiap anak bangsa.
Kepala Ekonom Bank BCA, David Sumual mengungkapkan, kondisi perekonomian secara global tahun depan masih dalam ancaman black swan event sehingga perlu masuk dalam mitigasi risiko pada 2026.
Menurut David, tahun depan harus tetap waspada dengan tetap mencari katalis-katalis untuk memacu pertumbuhan.
Dampak bencana alam di Sumatra beberapa waktu lalu, ujar David, diperkirakan akan mempengaruhi 0,3% dari PDB.
David memperkirakan, dalam upaya rekonstruksi pascabencana membutuhkan dana sampai Rp70 triliun dan langkah ini akan membantu pertumbuhan ekonomi tahun depan.
Menurut David, perkiraan pertumbuhan ekonomi tahun depan sekitar 5,5%, salah satunya didorong oleh nett ekspor sekitar 3,5%.
Namun, ujar David, dari sisi investasi asing tahun depan tidak cukup masif. Mata uang rupiah tertekan akibat outflow investasi portofolio.
David berpendapat, sejumlah langkah stimulus yang diterapkan pemerintah harus segera diperbaiki pelaksanaannya agar mampu memberikan dampak yang lebih merata bagi masyarakat.
Sejumlah katalis yang dapat dilakukan pada 2026 untuk mendorong pertumbuhan, menurut David, antara lain penurunan BI rate, realisasi perjanjian investasi dan perdagangan untuk membuka pasar baru, dan realisasi sejumlah program prioritas pemerintah, seperti penguatan produksi pangan.
Direktur Celios, Media Wahyudi Askar berpendapat, dalam perspektif kebijakan pada 2026 harus fokus pada mitigasi risiko.
Menurut Media, langkah mitigasi risiko harus dikedepankan agar kemungkinan-kemungkinan terburuk dalam perekonomian tidak terjadi.
Lansekap ekonomi 2026, ujar Media, akan lebih kompleks. Kelompok masyarakat kelas menengah mulai terganggu daya belinya, sedangkan pada kelompok masyarakat kelas atas spendingnya masih tinggi.
“Tahun depan ada shifting economy. Ada yang naik, tetapi ada yang turun,” ujar Media.
Media memperkirakan, pada 2026 berpeluang terjadi overheating economy, karena permintaan tumbuh lebih cepat jika dibandingkan dengan kapasitas produksi yang ada.
Salah satunya, jelas Media, berpotensi dipicu oleh pelaksanaan program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang anggarannya mencapai Rp335 triliun. Namun, tambah dia, dampaknya belum masif sampai ke sektor-sektor UMKM.
Selain itu, ungkap Media, skenario lain yang akan terjadi pada tahun depan adalah goldilocks economy yang dicerminkan dengan pertumbuhan yang moderat dan inflasi yang stabil.
Menurut Media, bila kondisi goldilocks economy tersebut berlangsung lama, akan memberi dampak negatif yang panjang antara lain dalam bentuk ketimpangan di perkotaan dan masyarakat miskin akan semakin miskin.
Peneliti Makro Ekonomi dan Keuangan INDEF Riza Annisa Pujarama mendorong berbagai upaya untuk menata kembali perekonomian nasional guna menumbuhkan keadilan di tengah masyarakat.
Menurut Riza, dalam 8 triwulan terakhir dampak dinamika ekonomi nasional terus menekan daya beli masyarakat yang selalu berada di bawah 5%.
Diakui Riza, secara makro tingkat kemiskinan tercatat menurun. Namun, jelas dia, tingkat kemiskinan di perkotaan mengalami kenaikan.
Sementara itu, tambah dia sub sektor pariwisata belum menunjukkan perbaikan, seperti restoran, hotel, transportasi, dan komunikasi, meski sejumlah stimulus sudah diberikan.
Dampak dinamika perdagangan global, menurut Riza, juga masih menimbulkan ketidakpastian di dalam negeri.
Sejumlah faktor yang menekan pertumbuhan ekonomi itu, tegas Riza, harus segera diatasi bersama demi menumbuhkan kesejahteraan masyarakat.
Dosen Ekonomi Universitas Pelita Harapan, Radityo Fajar Arianto berpendapat, bahwa 2026 merupakan tahun yang menantang bagi pemerintah Indonesia.
Radityo menilai, dari sektor penerimaan negara juga cukup menantang. Namun, tambah Radityo, dia melihat peluang dan momentum untuk menjawab kondisi tersebut.
Salah satu peluang, jelas Radityo, adalah upaya rekonstruksi pascabencana di Sumatra yang diperkirakan membutuhkan Rp70 triliun.
Menurut dia, dengan keterbatasan dana yang dimiliki pemerintah, bisa melibatkan Danantara untuk menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga keuangan dunia dalam skema kerja sama yang melibatkan pemerintah, swasta, dan badan usaha milik negara.
Radityo juga menegaskan dampak bencana yang dihadapi masyarakat kelas bawah harus segera dipikirkan.
Wartawan senior Saur Hutabarat berpendapat, kalau mau ada lompatan pertumbuhan ekonomi diperlukan orkestrasi kebijakan lintas sektor yang memenuhi tiga kualitas, yaitu disiplin, konsisten, dan berani.
Menurut Saur, kalau kebijakan energi terbarukan itu tidak disiplin dilaksanakan, tidak akan pernah terealisasi.
Sehingga, tegas Saur, energi fosilnya habis, energi terbarukan yang direncanakan tidak pernah ada.
Kalau kita tidak konsisten dengan melanjutkan hilirisasi, tambah dia, kebijakan itu hanya berhenti berlaku pada nikel saja.
Selain itu, tegas Saur, bila tidak ada keberanian mewujudkan kepastian hukum, investor tidak akan pernah masuk.
Menurut Saur, untuk meningkatkan mutu SDM rendah yang ada, harus keras berdisiplin di dunia pendidikan.
Saur menilai pentingnya mitigasi risiko terhadap fenomena kelas menengah yang mengalami kehancuran. Kalau kelas menengah tidak terlindungi dari kemerosotan yang dalam, tegas dia, bangsa ini akan kehilangan penyangga untuk tumbuh.
“Jangan kita hanya fokus kepada kemiskinan ekstrem, tetapi tidak memperhatikan kemerosotan ekstrem kelas menengah,” pungkas Saur. (*)