Perburuan Kekuatan Politik Retakkan Kohesi Sosial Masyarakat
JAKARTA, (9 Mei): Perebutan kekuasaan yang dilakukan tanpa mempertimbangkan nilai dan norma hukum yang telah diatur dalam konstitusi dipercaya dapat merusak kohesi atau hubungan yang erat di tengah-tengah masyarkat. Sejak era orde lama hingga reformasi saat ini sudah banyak tokoh besar pendiri bangsa jatuh karena ada gesekan dalam memperebutkan kekuasaan.
Pernyataan tersebut diungkapkan pengamat politik dari Center for Strategic and International Studies (CSIS) J Kristiadi saat menjawab pertanyaan Direktur Pemberitaan Harian Media Indonesia, Usman Kansong selaku moderator dalam acara diskusi Dialog Selasa yang diadakan oleh DPP Partai NasDem.
"Fenomena perebutan kekuasaan ini jadi daya rusak yang sangat dahsyat terhadap kohesi sosial masyarakat," tutur Kristiadi di Gedung DPP Partai NasDem, Jakarta, Selasa (8/5).
Kristiadi melanjutkan, cara memperebutkan kekuasaan dengan menggabung-gabungkan ajaran setiap agama apa pun dapat membawa keretakan di masyarakat.
Selain sempat terjadi di Jakarta saat Pilkada DKI 2017 lalu, Kristiadi menjelaskan bahwa keretakan kohesi karena mencampuradukkan kekuasaan dan agama ternyata pernah juga melanda bangsa Eropa dalam menentukan Paus selaku pemimpin tertinggi bagi umat Katolik.
"Penggunaan politik identitas untuk merebut suatu kekuasaan tidak dapat dimungkiri menjadi salah satu faktor yang bisa merusak kohesi sosial dalam masyarakat," ujarnya.
Ketua Pertimbangan DPP NasDem, Siswono Yudo Husodo menjelaskan bahwa keretakan kohesi sosial yang ada di masyarakat dapat diatasi melalui upaya penegakan hukum yang jelas dan tegas. Negara sama sekali tidak boleh berkompromi dengan pihak-pihak yang ingin merebut kekuasaan dengan cara inkonstitusional.
"Bangsa ini juga pernah mengalami keretakan kohesi sosial di era orde lama dan orde baru, namun kita berhasil melewatinya sehingga negara ini tetap ada sampai sekarang," ujarnya.
Siswono menjelaskan, selaku pemimpin di eranya, Presiden Soekarno dan Soeharto selalu mengambil tindakan tegas bahkan kadang keluar dari koridor untuk mempertahankan Indonesia sebagai sebuah negara.
Siswono meyakini, bangsa Indonesia saat ini juga bisa melakukan hal yang sama untuk mengatasi keretakan antar hubungan masyarakat di bawah pemerintahan Presiden Joko Widodo.
"Saya optimis ke depan kita akan mengalami hal yang lebih baik, saat ini kita punya presiden yang kesabaran dan kejujurannya telah diakui oleh rakyat, tentu ini menjadi sebuah kekuatan," tuturnya.
Dalam kesempatan yang sama, Ketua Mahkamah Partai NasDem Saur Hutabarat menjelaskan bahwa keretakan kohesi yang terjadi di Indonesia salah satunya disebabkan oleh belum dewasanya bangsa ini menghadapi masifnya kemajuan sistem berdemokrasi. Setiap orang belum bisa menghargai perbedaan pendapat yang sebetulnya merupakan hal yang wajar terjadi dalam negara demokrasi.
"Ada timpang budaya antara perangkat keras dan lunak. Perangkat keras yaitu kita selalu melaksanakan pemilihan umum terus menerus tiap tahunnya, sedangkan perangkat lunak terhadap rasa hormat pada perbedaan pilihan politik itu belum ada," ujar Saur.
Untuk dewasa dalam berdemokrasi, Saur melanjutkan kecepatan menanamkan toleransi harus berbanding lurus dengan cepatnya pelaksanaan Pemilihan Umum baik itu kepala daerah maupun pemilihan legislatif hingga pemilihan presiden.
Saur melanjutkan keretakan yang timbul karena kurangnya kedewasaan dalam berdemokrasi sangat terlihat jelas di media sosial. Begitu masifnya info hoaks dan ujaran kebencian yang timbul dalam media sosial.
"Sama persis, teknologi informasi berkembang secara cepat tetapi melek media sosialnya belum ditanamkan. Nilai-nilai menghormati perbedaan belum tertanamkan. Urusan terbesar bangsa ini ialah mempercepat mengatasi kesenjangan kultural," ujarnya.
Menambahkan, Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar menjelaskan bahwa partai politik juga mempunyai peran penting dalam bertanggung jawab untuk memberikan pendidikan politik yang baik kepada masyarakat.
Dia menjelaskan bahwa keretakan kohesi itu beriringan juga dengan penguatan identitas sosial dari salah satu kelompok tertentu.
"Kohesi sosial itu adalah pertautan dan ikatan bersama masyarakat dalam suatu bangsa untuk mencapai tujuan bersama," ujarnya. (Uta/*)