Intoleransi Picu Aksi Terorisme

JAKARTA, (15 Mei): Maraknya sebaran konten ujaran-ujaran kebencian tentang intoleransi menjadi salah satu faktor pemicu tindakan terorisme. Perasaan ekslusifitas terhadap salah satu suku, ideologi, atau agama tertentu cenderung membuat seseorang memiliki sifat toleransi yang rendah terhadap orang lain yang berbeda.

Pernyataan tersebut diungkapkan Direktur Imparsial Al Araf saat menjadi salah satu narasumber dalam acara Dialog Selasa yang diadakan di Kantor DPP Partai NasDem, Jakarta, Selasa (15/5).

Hadir pula menjadi narasumber pengamat intelejen Andi Widjajanto, Ketua DPP Partai NasDem bidang Pertahanan dan Keamanan Supiadin Aries Saputra dengan Moderator Abdul Kohar dari Dewan Redaksi Media Indonesia.

"Semakin tinggi ekslusifitas terhadap kaum tertentu maka itu akan berujung pada tindakan terorisme," tutur Araf.

Alur tindakan terorisme dijelaskan oleh Araf berawal dari ujaran kebencian yang dapat membuat seseorang memiliki sikap intoleransi. Semakin tinggi tingkat intoleransi seseorang maka akan menimbulkan sikap radikalisme yang berujung pada tindakan aksi terorisme.

"Ini tentu harus menjadi perhatian dalam dinamika pergerakan terorisme," ujarnya.

Lebih jauh Araf melanjutkan, aksi terorisme yang muncul dari sikap intoleransi dan radikalisme lebih cenderung sulit untuk dideteksi. Pasalnya, pelaku teror yang termotivasi dari sikap intoleransi dan radikal bergerak secara individu yang tidak terkait dengan jaringan teroris nasional atau internasional.

"Aksi terorisme yang dilakukan individu sulit diprediksi, tetapi mengikuti pola statistik yang serupa," ujarnya.

Selain itu, mengacu pada data Global Terorism Index 2017 lebih dari 50% teroris yang bergabung pada organisasi teror melaksanakan aksi teror mereka dengan dalih untuk membela agama tertentu. Sedangkan, sebanyak 95% serangan teroris muncul di negara yang mengalami konflik internal di dalamnya.

"Akar persoalan terorisme yang utama ialah ideologi. Berlanjut ke faktor ekonomi, politik, dan konspirasi," tuturnya.

Mantan Sekretaris Kabinet Andi Wijayanto menuturkan bahwa terorisme harus dipandang sebagai tindak kejahatan serius luar biasa. Perilaku tindak pidana yang tidak wajar seperti menggunakan senjata api, bahan peledak, dan anak-anak untuk menyerang dapat dijadikan indikator untuk mendefinisasikan sebagai tindakan teroris.

"Indonesia harus melihat terorisme sebagai tindak kejahatan serius luar biasa, jika itu terjadi maka kita harus memberikan kewenangan tambahan dan khusus kepada aparat," ungkap Andi.

Andi melanjutkan, kewenangan khusus yang diberikan kepada aparat tersebut dapat diberikan melalui revisi RUU Terorisme. Kewenangan khusus tersebut harus diatur agar tidak memberi ancaman kepada kehidupan masyarakat yang tidak terkait dengan tindakan terorisme.

"Selanjutnya tugas DPR agar bisa membuat peraturan yang bisa memberikan kewenangan khusus kepada aparat agar aparat tidak menyalahguhnakan kewenangannya," jelasnya.

Menambahkan, Ketua DPP NasDem bidang Pertahanan Supiadin Aries Saputra memastikan bahwa 10 fraksi yang ada di DPR sepakat untuk segera menyelesaikan RUU Terorisme pada awal masa sidang. Supiadin yang juga sebagai Wakil Ketua Pansus menjelaskan bahwa ada 3 substansi besar yang akan di bahas yaitu mengenai pasal pencegahan, penindakan, dan rehabilitasi pasca penindakan.

"RUU ini penting untuk selesai agar aparat bisa melakukan pencegahan kegiatan teroris sejak dini," paparnya. (Uta/*)

Add Comment