Sambut Hari Anak, Yayuk Harapkan Anak-anak Diberi Perisai Hadapi Era Digital
JAKARTA, (23 Juli): Anggota DPR RI dari Fraksi NasDem di Komisi X, Yayuk Sri Rahayuningsih, di Hari Anak Nasional yang jatuh pada hari ini, Senin, 23 Juli, menyoroti ancaman dunia digital yang kian pesat perkembangannya. Menurutnya, perkembangan dunia digital bak pisau bermata dua bagi anak-anak. Ada sisi baik dan juga buruknya.
Sisi baiknya banyak memberikan kemudahan ‘mengakses apa saja’ yang berhubungan dengan kebutuhan ilmu pengetahuan, tetapi sisi buruknya berfungsi antagonistik bagi anak, karena lewat gadget (gawai) yang terhubung dengan internet, anak bebas ‘mengakses apa saja’ termasuk hal-hal negatif. Mengakses dunia maya, bermain-main game sehingga melupakan tanggungjawab belajarnya.
“Kenyataan kini dunia teknologi kian hari semakin maju dan perkembangan pesat. Fakta ini memberikan tantangan besar baru bagi kita semua bagaimana menjadi perisai anak. Sebagai orang tua, selain harus bisa mengikuti perkembangan teknologi, juga perlu memiliki siasat baru dalam mengasuh anaknya,” ujar Yayuk di gedung DPR, Senayan, Senin (23/8).
Perkembangan dunia digital satu persoalan, persoalan lainnya adalah hampir tidak ada aplikasi yang ramah anak. Hal ini pula cikal-bakal yang merusak sistem saraf bahkan kultur anak sejak dini. Sehingga barangkali hal ini juga asal-mula anak-anak hari ini sedang mengalami darurat seksual, seperti pelecehan seksual, kasus sodomi, dan pornografi. Banyak terjadi online bullying menjadi tren. Tak hanya itu, bahkan yang mencengangkan lagi sekarang melalui internet anak-anak disasar paham-paham radikalisme.
“Kedaan tersebut bagi saya. Ini alarm tanda bahaya betul bagi orangtua mapun bagi bangsa,” tegasnya.
Bukan berarti kita fobia terhadap teknologi, semakin berkembang teknologi bukan menjadi hal yang harus ditakuti atau dihindari. Tetapi menjadi peluang jika bisa memanfaatkannya dengan bijak. Dunia saat ini bukan lagi sekedar menghadapi persoalan anak yang kecanduan internet. Namun lebih dari itu, yakni bagaimana memberikan pemahaman serta pertahan diri bagi anak ber-gadget dan internet yang sehat.
Lantas apa yang dapat menjadi perisai anak terhadap pengaruh negatif modernisasi dan globalisasi yang ditandai dengan ‘meledaknya’ teknologi canggih ini?
Pertama, sebelum melulu orang luar dipersalahkan, orang tua anak harusnya menjadi tonggak, fondasi penentu bagi anak. Orangtua adalah benteng pertama yang membekali ilmu pada anak. Orang tua menjadi sekolah pertama bagi anak-anak. Pendidikan harus berawal dari rumah, ini selalu lebih efektif dibandingkan apapun. Orangtua tidak merasa perlu melakukan pembatasan atau pengaturan penggunaan gadget kepada anak-anaknya, asal anak-anak butuh lebih banyak waktu untuk didampingi.
Kedua, tak hanya orang tua yang dibebankan peran. Tapi apa juga semuanya harus mawas diri. Terutama dalam hal ini pemerintah dan instansi sosial terkait lainnya. Selain lebih menyiapkan aturan-aturan normative atau hukuman yang layak, pemerintah juga seharusnya memberikan perhatian yang lebih serius. Peran apa misalnya yang dapat dilakukan pemerintah menjadi perisai bagi anak? salah satunya adalah menyiapkan aplikasi ramah anak. Seperti contoh, untuk menyiasati anak yang enggan membaca buku cetak, pemerintah harus menyiapkan atau menfungsikan secara maksimal jika sudah aplikasi buku eletronik (e-book).
Ketiga, peranan tenaga pendidik, guru-guru di sekolah harus memberikan pendidikan dan pemahaman yang dalam serta menyeluruh tentang penggunaan internet yang sehat sejak dini kepada anak-anak. Literasi media dapat diajarkan guru-guru di sekolah sebagai langkah antisipatif membantu orangtua. Guru harus memiliki kesadaran akan aktivitas anak didiknya, seperti di media sosial. Sebab, masalah anak bukan permasalahan sederhana. Permasalahan ini bukan hanya harus diselesaikan si anak, namun juga orangtua, pemerintah dan guru-guru.
“Bahwa anak-anak adalah generasi penerus bangsa ini di masa mendatang, maka semua harus menjadi periasinya. Anak-anak adalah harapan bangsa. Tidak alasan lagi membiarkan mereka menghabiskan waktu dengan kegiatan yang beresiko dan tidak bermanfaat, itu kata kuncinya. Selemat hari anak nasional, semoga dunia bisa menjadi perisai untuk anak-anak kita,” tutupnya.