Politisi NasDem Anggap Kebijakan Pemprov Pangkas Anggaran Tak Rasional
MAKASSAR (27 November): Nasib ribuan guru honorer SMU, SMK dan SLB di Sulawesi Selatan (Sulsel) kini terkatung-katung. Jika DPRD Sulsel dan pemprov jadi mengesahkan APBD 2019. Sebab, pos anggaran untuk insentif guru bantu (honorer) dihapus dalam RKA OPD Dinas Pendidikan.
Menanggapi kebijakan Pemprov Sulsel yang memotong insentif guru honorer, Wakil Ketua Komisi E DPRD Sulsel, M Rajab secara tegas mengatakan pihaknya di Dewan menolak kebijakan tersebut dan akan tetap memperjuangkan anggaran untuk insentif guru honorer.
Menurutnya, Komisi E akan tetap berkomitmen memperjuangakn nasib serta hak para guru honorer di Sulsel untuk mendapat insentif.
"Yang jelas DPRD Sulsel secara khusus Komisi E tetap akan memperjuangkan penganggaran terhadap insentif guru bantu bagi SMA SMK dan SLB. Jumlah mereka kurang lebih 4 ribu orang," kata Rajab di DPRD Sulsel, Selasa (27/11).
Juru Bicara (Jubir) NasDem Sulsel itu menilai kebijakan Pemprov yang memangkas insentif guru honorer tak rasional.
"Artinya, ini terkait dengan pelayanan pendidikan kita di Sulsel yang menjadi tanggung jawab pemerintah provinsi di tingkat SMA, SMK dan SLB. Karena terkait hak bagi guru bantu yang selama ini sudah mengabdikan diri, kalau mogok, belajar terganggu," tutur Rajab.
Lebih lanjut Rajab menjelaskan, secara umum pembahasan Komisi E bersama mitra kerja komisi tidak sejalan sesuai bagian, hal ini mengalami beberapa kendala disebabkan antara lain sebagian besar RKA-nya terlambat dimasukkan.
Dalam draf, lanjut dia, Dinas Pendidikan Sulsel pada belanja langsung tahun 2018 mendapatkan anggaran sebesar Rp 608. 378. 880.000. Sementara anggaran belanja tahun 2019 belanja langsung sebesar Rp 517.525.677.424.
"Terjadi pengurangan anggaran sebesar Rp 90.853.202.576," katanya.
Rajab meniru ucapan pihak Pemprov Sulsel. Pengurangan alokasi anggaran belanja langsung ini diakibatkan sejumlah kegiatan penting tidak baku diakomodasi dalam APBD Dinas Pendidikan tahun 2019.
"Di draf, insentif guru bantu SMA, SMK dan SLB 4000 orang X 24 jam X 40 minggu X Rp 10.000, Rp 38.400.000.000," terang Rajab.
Memang saat ini, sebuah dilema kehidupan tenaga guru honorer yang sungguh berat, di tengah lahan mata pencaharian yang tidak mudah. Bagaimana tidak, honor yang mereka terima per bulan ada yang hanya ratusan ribu rupiah.
Rasanya tak dapat mencukupi apa-apa terlebih harus dibebani dengan biaya hidup lainnya, seperti anak, istri, bahkan cicilan rumah atau bayar sewa kontrakan.
Lebih lanjut mantan Komisioner KPU ini menyebutkan, tugas guru honorer sangat berat. Sudah meluangkan waktu dan mengajar bagi siswa, sehingga tidak ada alasan bagi pemerintah provinsi untuk memangkas insentif guru honorer.
"Hari ini, di pembahasan tingkat Banggar setelah itu di komisi. Dari komisi itu kami mengusulkan untuk bukan hanya insentif bagi guru bantu yang non PNS, juga dana operasional cabang dinas," pungkasnya. (*)