‘Moralitas Republikan’ Sebuah Buku Tetralogi Virtue Surya Paloh
MALANG (20 Oktober): Makna Moralitas dalam buku ‘Moralitas Republikan’ adalah virtue atau kebajikan dari seorang tokoh dan bapak bangsa bernama Surya Paloh. Buku Moralitas Republikan ini dikarang Willy Aditya, Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjend) Partai NasDem. Melalui buku ini, Willy ingin mengungkap seluruh gagasan Surya Paloh dalam sebuah tatanan praksis.
Hal tersebut terungkap dalam acara Bedah Buku dan Diskusi Publik Moralitas Republikan yang diselenggarakan Prodi Ilmu Pemerintahan yang bekerja sama dengan Liga Mahasiswa NasDem.
Selain Willy Aditya, acara yang dilangsungkan di Auditorium Nuswantara Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, Kamis (20/10) ini mengundang juga Fachrudin Andriyansah dari Malang Corruption Watch (MCW) dan Peneliti dan dosen Ilmu Politik UB Ibnu Asqori Pohan.
Dalam paparannya, Willy mengatakan, buku ini bukan lagi berbicara tentang ideologi seperti buku keduanya ‘Indonesia di Jalan Restorasi. Di sini Willy mengajak para pembaca untuk bisa memahami tindak-tanduk yang mewakili sebuah virtue (kebajikan) yang selama ini sudah Surya Paloh lakukan.
“Nah, itu yang saya bahasakan dengan Moralitas yang secara politik, namanya virtue. Tesis saya tentang virtue. Virtue itu saya lihat dalam tindak tanduk Surya Paloh,” tegasnya.
Dipaparkannya juga, sangat mudah mengurai virtue yang telah Surya Paloh lakukan. Diantaranya adalah sikap arif dalam memandang sebuah jabatan.
Surya Paloh dianggap sebagai orang yang tidak kalap karena jabatan. Jika pun benar, menurut pria asli Padang ini, mungkin Surya Paloh sudah menjadi seorang menteri sejak Orde Baru.
Namun demikian, langkah itu tidak dilakukan Surya Paloh.
Bukan hanya di era Orde Baru, faktanya Surya Paloh bahkan menjawab tidak, pada pinangan Jokowi dan Megawati Soekarno Putri ketika Pemilu 2014.
Bagi Willy, langkah Surya Paloh sebagai Ketua Umum partai sangat tepat. Sebab, habitus kalap terhadap jabatan tengah ditanamkan, bahwa Ketua Umum bukan sebagai jembatan untuk mendapat jabatan apapun di pemerintahan seperti yang dilakukan partai-partai lain.
“Inilah yang saya maksud dengan cara baru berpolitik. Perubahan total itu susah, tapi totalitas seseorang dalam menjalankan perubahan itu sebuah kewajiban. Surya Paloh tidak berkenan karena pertarungan yang tidak gampang. Kalau yang lain akan menawarkan diri tanpa diminta dan tidak akan menolak juga,” paparnya dengan semangat.
Sementara itu, Fachrudin menilai, buku “Moralitas Republikan” ini mirip dengan Che Guevara. Hal ini terlihat dari cover bukunya yang menampilkan foto besar Surya Paloh yang persis dengan foto-foto Che Guevara.
Aktifis anti korupsi ini sepakat dengan konsep bahwa politik yang akan melakukan perubahan pada tatanan bernegara. Melalui pemikiran Surya Paloh yang taktis strategis dan turut serta dalam pusara politik bisa menginspirasi semua.
Sedangkan Ibnu Asqori Pohan mengatakan, buku ini menggiring dan menghadirkan kembali “Politik Gagasan” yang pernah ada di masa awal ketika akan dilahirkannya sebuah Negara merdeka bernama Indonesia. Perang gagasan yang dahulu pernah dilakukan para founding father nyatanya disajikan lagi dalam buku karya Willy Aditya dengan bentuk yang baru, berkonteks politik kontemporer Indonesia.
Menurut dosen lulusan master dari Philiphina itu, buku ini berhasil menyajikan dinamika terkini partai politik. Kontribusi konstruktif dan positif untuk literasi politik di Indonesia yang berujung pada sebuah transformasi ide-ide kepartaian.(*)