Jaksa Agung: Pungli dan Suap itu Beda

JAKARTA (21 Oktober): Jaksa Agung HM Prasetyo, mengatakan jika konstruksi hukum pungutan liar (pungli) terkait dengan Undang-Undang (UU) Korupsi pasal 12E, ancamannya bisa 4 tahun minimal.

"Tentunya tidak bisa kita generalisir, harus kita lihat case by case seperti apa," ujar Prasetyo di Istana Negara, Jakarta, Kamis (20/10).

Lebih jaug Prasetyo menjelaskan, pungli dan suap merupakan dua hal berbeda. Pungli itu sepihak, biasanya para petugas atau penyelenggara pemerintahan yang memiliki kewenangan dan kekuasaan meminta sesuatu yang berkaitan dengan kewenangannya. Karena itu, orang terpaksa memberikan karena kalau tidak diberikan uangnya tidak terlayani keperluannya.

“Sehingga di sini tentunya, mereka ini yang diminta pungli tidak perlu takut untuk melaporkan karena mereka cenderung menjadi korban,” ujar Prasetyo.

Lain halnya dengan suap, menurut Kader Partai NasDem itu, kalau suap dua pihak saling bekerja sama dan berkonspirasi, ada yang memberi dan ada yang menerima untuk tujuan tertentu. Karenanya, Jaksa Agung menegaskan, pungli hanya yang menerima dan meminta uang serta memeras, dan hal ini cenderung terjadi di mana-mana. “Ini yang harus diberantas,” tegas Prasetyo.

Tapi yang jelas, bagaimana pun pungli ini harus diberantas karena praktik pemerasan seperti ini orang mengatakan sudah membudaya,  masif, dan menahun yang akhirnya tentunya banyak dampak negatif yang ditimbulkan.
“Pertama, akan menimbulkan ekonomi biaya tinggi. Kedua, bisa saja lalu lintas barang menjadi terganggu, penyelesaian perkara bertele-tele, putusan bisa dimainkan, dan sebagainya. Ini semua harus diteliti satu per satu,” terangnya.

Jaksa Agung juga menerangkan, dasar hukum Operasi Pemberantasan Pungli nanti adalah Keppres (Keputusan Presiden), dan tentunya pemerintah sekarang bertekad untuk pungli ini diberantas.

“Dalam rapat koordinasi tadi, Gubernur Sumsel juga mengusulkan agar Operasi Pemberantasan Pungli itu harus berkelanjutan, tidak boleh hanya sporadis, sebentar berhenti sebentar jalan lagi, harus berkelanjutan karena sudah begitu masifnya,” tutup Prasetyo.(*)

Add Comment