Rasional vs Emosional di Pilkada DKI
JAKARTA (16 April): Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya melihat adanya perang antara sisi rasional dan emosional pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI 2017. Hal tersebut terlihat dari alasan utama pemilih memilih pasangan calon gubernur.
Dalam survei yang dirilis Charta Politika, elektabilitas pasangan Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok dan Djarot Saiful Hidayat mencapai 47,3%. Sementara pasangan Anies Rasyid Baswedan dan Sandiaga Salahudin Uno mendapat 44,8%.
Dalam surveinya, Yunarto menjelaskan, publik mempertimbangkan tiga hal dalam memilih gubernur dan wakil gubernur, yakni 43,2% memilih karena rekam jejak kandidat, 25,3% karena program, dan 25,4% karena kepribadian kandidat.
Pada faktor rekam jejak, 69,8% publik memilih Ahok-Djarot dan 26,9% memilih Anies-Sandi. Terkait program yang ditawarkan, 51% publik memilih Ahok-Djarot dan 39,9% memilih Anies-Sandi.
Dalam hal kepribadian, Ahok-Djarot kalah telak dari Anies-Sandi. Pasangan petahana hanya mendapat 11,6% dan Anies-Sandi 80,9%. Karena itu lah, Yunarto menilai adanya perang dari sisi rasional dan emosional.
"Ahok-Djarot unggul di dua faktor. Ketika masuk kepribadian, Ahok hanya mendapat 11,6%. Ada pertarungan sisi emosi dan rasio. Sisi emosional karakter kepribadian dimenangi Anies-Sandi," ujar Yunarto di Kantor Charta Politika, Jalan Cisanggiri III, Jakarta Selatan, Sabtu (15/04).
Lebih jauh Yunarto menjelaskan, hal ini menarik untuk dilihat sebab dalam zonasi kognitif terdapat perbedaan apa yang ada di kepala dengan apa yang ada di hati. Mengingat, tingkat kepuasan terhadap kepemimpinan Ahok-Djarot pun mencapai 71,9%.
"(Dengan tingkat kepuasan yang tinggi) logikanya incumbent pasti menang kembali. Tapi kita tahu faktor primordial, faktor karakter Ahok, faktor kepemimpinan Ahok begitu kontroversial sehingga membuat elektabilitasnya tidak setinggi tingkat kepuasan," jelas Yunarto seperti dikutip dari mediaindonesia.com.
Di sisi lain, lanjutnya, Anies-Sandi bisa memanfaatkan faktor yang menjadi kekurangan Ahok. Beberapa faktor yang menjadi alasan memilih Anies-Sandi ialah karena ramah dan santun dan juga seagama.
Apalagi, kasus dugaan penodaan agama yang menyandung Ahok mengubah total gambaran hasil survei 2016 yang kebanyakan menunjukkan Ahok memiliki peluang besar untuk menang.
Yunarto mengungkapkan, pemilih di Jakarta mayoritas rasional. Namun, pemilih yang mengutamakan sisi emosional selalu ada, di negara maju sekali pun.
"Kita bisa melihat bagaimana proses penentangan terhadap (Barrack) Obama di Amerika Serikat itu terjadi, di negara yang sudah maju. Kemudiam bagaimana faktor ketidaksukaan pada (Donald) Trump bukan karena kebijakannya tapi karena gaya bicaranya. Jadi menurut saya itu akan selalu ada dalam setiap pemilihan. Di situ lah kita bisa menguji termasuk di Jakarta apakah semua semata-mata karena emosional atau memang betul-betul sudah rasional," paparnya. (*)