Damayanti Sebut Fee Proyek Lumrah di Komisi V DPR

JAKARTA (11 April): Permintaan fee proyek sudah menjadi hal lumrah di Komisi V DPR. Fee bahkan sudah menjadi sistem di komisi infrastruktur dan perhubungan itu.

"Mengalir saja. Kita serahkan proyek kepada rekanan, kita berhak menerima fee," kata anggota Komisi V Damayanti Wisnu Putranti saat bersaksi untuk terdakwa Abdul Khoir, di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (11/4).

Damayanti memastikan, sebuah proyek tidak bakal lolos jika tidak ada fee untuk Komisi V DPR. Dia juga terang-terangan mengaku mendapatkan fee dari proyek jatah aspirasi pembangunan dan rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara. Jumlah fee itu sebesar 6% dari nilai proyek.

Menurut dia, nilai fee diatur Kepala Balai Pembangunan Jalan Nasional (BPJN) Amran Mustary. Amran pula yang menentukan `wakil` masing-masing fraksi. Damayanti mengaku, ditunjuk untuk mewakili Fraksi PDIP. Fraksi PAN dipercayai kepada Andi Taufan Tiro, PKB dipercayakan ke Musa Zainudin, dan Budi Supriyanto dari Golkar.

"Itu sudah sistem ketika saya masuk Komisi V DPR," kata Damayanti yang juga bersatus sebagai terdakwa kasus yang sama.

Damayanti dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Abdul Khoir selaku Direktur PT Windhu Tunggal Utama. PT Windhu ditunjuk sebagai rekanan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR) untuk mengerjakan pembangunan dan rekonstruksi jalan di Maluku dan Maluku Utara.

Abdul didakwa bersama-sama Komisaris PT Cahaya Mas Perkasa So Kok Seng alias Aseng serta Direktur PT Sharlen Raya Hong Artha John Alfred menyuap Amran dan sejumlah anggota Komisi V DPR.

Sebelumnya, kuasa hukum Abdul Khoir, Haeruddin Massaro, mengatakan hanya Fraksi Partai NasDem yang tidak terlibat kasus Damayanti tersebut.*

 

 

Add Comment