Awas Ada Ahok

JAKARTA, (24 Mei): Muda-mudi Ahok berhasil membuat audience yang menghadiri diskusi Suara Muda-mudi bertema Ada Apa Dengan Ahok larut dan terbius. 

Keperkasaan Basuki Tjahaja Purnama sebagai calon gubernur DKI Jakarta seolah tidak bisa ditundukkan oleh siapa pun.  Kinerjanya benar-benar membawa bukti nyata kalau Ahok memang pantas untuk menjadi Gubernur DKI Jakarta berikutnya.

Sedikitnya seperti itulah yang tergambar dari diskusi Suara Muda-mudi yang digelar Rabu (24 Mei) di Gedung Setiabudi Building 2, Jalan Rasuna Said Kavling 62 Kuningan Jakarta Pusat. Acara yang diawali dengan makan malam itu setidaknya dihadiri lebih dari 100 orang yang mayoritas memang pendukung Ahok.

Ada enam nara sumber yang sudah dijadwalkan sejak awal, dan keseluruhan nara sumber tersebut hadir di acara tersebut. Mereka adalah Amalia Ayuningtyas (Teman Ahok), Ivanhoe Semen (Muda-mudi Ahok), Yunarto Wijaya (Charta Politika), Joshua Matulessy (JFlow), Kartika Djoemadi (Jasmev) serta Chaerany Putri (Aktifis Muda).

Joshua Matulessy atau yang akrab disapa JFlow, membuka diskusi dengan hal-hal yang sederhana.  Sebagai seniman, JFlow tidak ingin terjebak dengan hal-hal normatif yang kerap menyelimuti dunia politik.  Cara berpikir yang ‘merdeka’, membawa anak muda ini berpikir jernih dalam menilai.

“Kalau bingung melihat seseorang, lihat aja siapa yang menyerang orang itu. Kalau yang banyak menyerang itu orang-orang jahat, berarti orang yang diserang ini adalah orang baik.  Begitu juga sebaliknya, kalau yang menyerang itu orang-orang baik, berarti yang diserang ini orang jahat,” paparnya.

Sementara Ivanhoe Semen, sosok muda dari Muda-mudi Ahok yang berada di belakang diskusi ini secara jujur mengatakan, gagasan membentuk Muda-mudi Ahok memang terinspirasi dari Teman Ahok.

“Kami sempat berkunjung ke Teman Ahok, untuk mensinergikan kegiatan kami supaya tidak bentrok dengan apa yang dilakukan Teman Ahok.  Selain membantu proses pengumpulan KTP dukungan untuk Ahok, kami sekarang lebih banyak menggelar forum-forum diskusi seperti ini untuk saling menjelaskan hal-hal yang perlu diklarifikasi jika ada yang menyudutkan Ahok atau Teman Ahok,” jelas Ivan.

"suara

Amalia Ayuningtyas atau Lia dari Teman Ahok, bercerita cukup banyak bagaimana kendala yang harus dihadapi Teman Ahok untuk mengumpulkan KTP dukungan.   Dengan dukungan sekitar 400 relawan yang bekerja setiap hari, Lia dan teman-teman harus berjibaku mengumpulkan KTP dan memverifikasinya dengan teliti dan detil.

“Gak mudah ngumpulin KTP. Kami harus berdarah-darah mengumpulkan KTP dukungan itu, karena jalur independen itu yang akan diserang adalah administrasinya.  Makanya kami berusaha untuk menunjukkan kerja kami di lapangan itu betul-betul bagus.  Jadi orang tuh rela memberikan KTP-nya untuk Ahok,” cerita Lia.

Hingga hari ini, KTP yang terkumpul di Teman Ahok sudah mencapai 879.770 buah.  Trendnya memang menurun.  Per harinya saat ini tinggal 5.000 KTP yang masuk.  Tapi sebelumnya, Teman Ahok bisa mengumpulkan 25.000 hingga 30.000 per hari.

Kartika Djoemadi atau Deedee dari Jasmev lebih banyak berkisah tentang perjalanannya hingga mengelola media sosial.  Sejak pemilihan gubernur Jokowi-Ahok, Deedee sudah terlibat mengelola sosmed.  Bahkan saat itu, Jokowi sendiri yang meminta agar sosmed diberi wadah.

Setelah berhasil mengawal Jokowi-Ahok menjadi Gubernur, Jasmev dipercaya untuk mem-backup Pilpres lalu.  Kini, Deedee bersama Jasmev dipercaya untuk mengawal Ahok sebagai calon Gubernur DKI Jakarta.

Satu nara sumber lain yang tidak kalah menariknya adalah Chaerany Putri dari gerakcepat.com. Sesuai dengan nama gerakannya, saat ini Uty, begitu  Chaerany biasa disapa, mengaku belum bekerja apa apa.

“Sekarang memang belum ngapa-ngapain, karena memang belum dibutuhin.  Dan lagi situasi saat ini Ahok gak perlu dikhawatirkan, karena Ahok masih leading jadi kami belum perlu turun,” tegas Uty.

Diskusi semakin menarik saat Yunarto Wijaya dari Charta Politika mulai angkat bicara.  Menurutnya, pilkada kali ini mempunyai arti penting, kedewasaan pemilih diuji oleh Ahok.

“Demokrasi partisipasi ini makin matang atau tidak, kalau demokrasi partisipasi ini hidup, maka demokrasi mobilisasi akan mati dengan sendirinya,” ungkap Yunarto.

Lebih jauh Yunarto juga menjelaskan, Ahok berpeluang besar memenangkan Pilkada DKI Jakarta bukan elektabilitas tetapi oleh modal sosial yang Ahok miliki.

“Yang paling tidak bisa dibantah adalah kepuasan publik terhadap kinerja Ahok.  Tingkat kepuasan public terhadap Ahok itu di atas 82%. Ini tinggi sekali,” jelas Yunarto.

Diskusi yang dimulai pukul 19.00 itu berlangsung hingga lewat pukul 21.00.  Padahal, masih banyak hal ingin disampaikan nara sumber maupun peserta yang ingin menyampaikan pandangannya seputar Ahok.  Semoga saja di kesempatan diskusi berikutnya, Muda-mudi Ahok bisa memberikan tema yang tidak kalah menariknya dengan diskusi ini yang berlangsung sukses.(*)

Add Comment