Hakim MK Harus Profesional
MEDAN (23 Februari): DPW Partai NasDem Provinsi Sumatera Utara (Sumut) mengaku heran melihat putusan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam menangani perkara sengketa gugatan hasil Pemilihan Kepala Daerah di Kabupaten Samosir dan Tapanuli Selatan (Tapsel) Sumut.
Di dua daerah itu, MK menerapkan standar ganda dalam memutuskan perkara. Padahal, hakim yang memutuskan perkara berada di panel yang sama. Untuk gugatan Tapsel MK menolak, sedangkan Samosir diterima.
Ketua DPW NasDem Sumut, Iskandar, menjelaskan, hakim MK memutuskan sengketa Taspel ditolak karena dianggap terlambat mendaftar.
"Pleno penetapan hasil rekapitulasi Tapsel itu tanggal 15 Desember 2020, dan diumumkan pada akun media sosial dan website KPU Tapsel pada 16 Desember. Gugatan yang diajukan untuk Tapsel didaftarkan melalui website MK pada 17 Desember 2020 pukul 23.30 WIB. Karena persoalan server dan upload dokumen gugatan baru terdaftar pada 18 Desember pukul 00.06 WIB," katanya di Sekretariat DPW NasDem Sumut, Jalan Prof HM Yamin, Medan, Sumut, Senin (22/2).
Berdasarkan aturan MK, bahwa gugatan sengketa hasil pilkada didaftarkan paling lama 3 hari kerja setelah hasil rekapitulasi diumumkan.
"Karena diumumkan hasil rekapitulasi pada 16 Desember, artinya batas akhir pendaftaran adalah 18 Desember pukul 24.00 WIB. Tapi, gugatan yang didaftarkan pada 18 Desember pukul 00.06 WIB ditolak karena dianggap melewati tenggat waktu," ujarnya.
Hal yang hampir sama terjadi pada gugatan Pilkada Samosir. Hasil rekapitulasi suara diumumkan KPU Samosir pada 17 Desember 2020. Karena 19 dan 20 Desember 2020 adalah akhir pekan, maka 3 hari setelah pengumuman hasil penetapan adalah 21 Desember 2020.
"Anehnya, gugatan yang diajukan Samosir justru diterima oleh hakim MK, tapi gugatan Tapsel ditolak. Padahal hakim yang menangani perkara sama, berada di satu panel," jelasnya.
Iskandarpun memaparkan, harusnya kalau gugatan Tapsel ditolak, MK juga menolak gugatan sengketa Pilkada Samosir. Begitu juga kalau gugatan Samosir diterima, harusnya gugatan Tapsel ikut diterima.
"Ini malah tidak, karena kasusnya sama," sambungnya.
Atas kasus itu Iskandar mempertanyakan profesionalitas MK di dalam menangani perkara sengketa pilkada. Sehingga, secara umum pihaknya meragukan putusan hasil sengketa pilkada oleh MK.
"MK ini kan benteng terakhir dalam mencari keadilan dari sebuah pilkada. Kalau hakim MK tidak profesional dan memiliki kredibilitas, untuk apa lagi ada MK, " tegasnya.
Hadir dalam kesempatan itu Sekretaris DPW NasDem Sumut, Syarwani, Sekretaris Bappilu NasDem Sumut, Ganda Manurung, calon Wakil Bupati Tapsel, Roby Agusman Harahap dan Ranto Sibarani selaku kuasa hukum.
Roby mencurigai telah terjadi sesuatu dalam perkara yang mereka ajukan sampai akhirnya gugatan ditolak hakim MK dengan alasan yang tidak jelas.
"Hakim MK ini kan manusia. Bisa saja terjadi sesuatu seperti yang terdahulu. Kalau di MK pun tidak bisa mendapat keadilan untuk apa ada MK," tegasnya.(RO/*)