Kalteng Butuh Posko dan Tambahan Heli Water Bombing

KALTENG (27 Agustus): Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya telah menetapkan Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng)bersama dengan lima daerah lain berstatus siaga darurat kebakaran lahan dan hutan (karlahut). Berdasarkan pantauan satelit NOAA (National Ocean and Atmospheric Administration), memasuki pekan ke tiga Agustus ini, di Kalteng terpantau 23 titik api. Angka itu meningkat ketimbang pekan sebelumnya yang hanya 8 titik. Sedangkan frekuensi hujan yang diharapkan mampu memadamkan api kebakaran lahan dan hutan masih terbilang rendah.

Pemadaman kebakaran lahan dan hutan (karlahut) di Provinsi Kalimantan Tengah terus dilakukan dalam beberapa pekan terakhir. Upaya ini menyusul munculnya sejumlah titik api di sejumlah kabupaten yang dikhawatirkan dapat memicu bencana kabut asap.

Saat ini Satuan Tugas (Satgas) Karlahut Provinsi Kalteng telah menyiagakan dua helikopter di Lapangan Udara (Lanud) Iskandar Pangkalan Bun. Namun, sejumlah kendala dikeluhkan Satgas Karlahut Kalteng.

"Mengingat luasnya wilayah yang harus kami tangani, dua heli water bombing yang ada masih kurang," ujar anggota Tim Satgas Karlahut di Lanud Iskandar Pangkalan Bun, Mayor POM Krisna Hariyanto.

Krisna juga menambahkan, untuk wilayah seluas Kalteng, paling tidak diperlukan enam heli water bombing untuk ditempatkan masing-masing dua unit di Pangkalan Bun, Sampit, dan Palangka Raya.  Di samping itu, jumlah pilot yang mengawaki heli water bombing juga terbatas, hanya empat orang.

"Padahal setiap pilot hanya diizinkan terbang selama lima jam, artinya hanya dua (flight)," terangnya.

Kedua helikopter tersebut dikerahkan untuk melakukan water bombing guna melokalisasi karlahut yang terjadi di areal yang sulit dijangkau tim darat. Di darat, puluhan personel tim terpadu yang antara lain terdiri dari Manggala Agni, BKSDA, BPBD, dan TNI melaksanakan pemadaman dengan mobil pemadam dan mesin pompa air portabel.

"Agar kerja setiap personel efektif, kita selalu berkomunikasi. Masalahnya, alat komunikasi kita sebatas via seluler dan internet. Padahal, di beberapa titik kebakaran lahan dan hutan tidak ada sinyal HP ataupun jaringan internet. Ini juga menyulitkan kita," tambah Krisna.

Kendala lain juga diutarakan Kepala BKSDA SKW II Pangkalan Bun, Agung Widodo, saat bertemu dengan anggota Komisi IV DPR RI Hamdhani. Dikatakannya, sejauh ini personel Tim Terpadu Karlahut Kobar tidak bisa memaksimalkan pemantauan titik api karena mesti bolak-balik ke posko. Sedangkan jarak antara titik api yang harus dipadamkan dan posko tim terpadu relatif jauh.

"Personel kita tidak mungkin menginap di sekitar lokasi yang rawan karena belum ada posko logistik yang memungkinkan," tutur Agung.

Menanggapi keluhan tersebut, Hamdhani yang merupakan legislator asal daerah pemilihan Kalimantan Tengah berjanji akan menyampaikan ke pemerintah pusat. Politikus Partai Nasdem ini menilai, penanganan karlahut tidak boleh setengah-setengah. Upaya antisipatif terhadap bencana kabut asap dengan mengendalikan karlahut harus disertai dengan langkah konkret, yakni penyediaan sarana dan prasarana yang memadai bagi seluruh personel satgas dan tim terpadu.

"Seperti posko logistik, ini penting. Sebab, kalau personel harus terus bolak-balik dari titik kebakaran ke posko, kerja mereka tidak akan efektif. Sebab, kebakaran lahan kan tidak mesti pada jam kerja mereka. Bisa saja terjadi tengah malam. Di situlah pentingnya ada posko logistik," beber Hamdhani.(*)

Add Comment