Harga Beras Melambung saat Stok Surplus, Masalah Serius dalam Distribusi
Getting your Trinity Audio player ready...
|
JAKARTA (17 Juni): Anggota Komisi IV DPR RI, Cindy Monica, prihatin atas lonjakan harga beras di tingkat konsumen, meskipun cadangan beras nasional diklaim dalam kondisi sangat mencukupi. Pemerintah diminta segera stabilkan harga.
Data per 10 Juni 2025 menunjukkan bahwa harga beras medium telah menembus Rp13.772/kg, melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) sebesar Rp12.500/kg. Sementara itu, beras premium mencapai Rp15.725/kg, melebihi HET Rp14.900/kg. Lebih dari 133 kabupaten/kota terdampak, bahkan di beberapa wilayah, harga beras dilaporkan telah menyentuh angka Rp50.000/kg.
“Ini adalah anomali yang tidak bisa dibiarkan. Ketika stok cadangan beras pemerintah (CBP) sudah mencapai 4 juta ton, maka kenaikan harga ini jelas menunjukkan adanya masalah serius dalam distribusi,” kata Cindy dalam keterangannya, Selasa (17/6/2025).
Pemerintah harus segera turun tangan. Tidak hanya menghitung stok, tapi memastikan beras benar-benar sampai ke masyarakat dengan harga terjangkau.
Cindy mendesak pemerintah, terutama melalui Perum Bulog untuk segera memperluas dan mempercepat pelaksanaan program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP). Operasi pasar harus dilakukan secara terukur, cepat, dan tepat sasaran, demi menahan laju inflasi pangan, serta menjaga daya beli masyarakat, terutama kelompok rentan.
“Yang dibutuhkan saat ini adalah kecepatan dan ketepatan distribusi. Jangan sampai masyarakat kecil menjadi korban dari kelambanan antisipasi dan lemahnya koordinasi,” lanjutnya.
Dia juga menekankan bahwa fenomena itu bertentangan dengan hukum dasar ekonomi supply and demand.
“Jika stok melimpah, harga seharusnya turun atau setidaknya stabil. Ini jelas menunjukkan adanya bottleneck di sistem distribusi kita. Bisa jadi ada inefisiensi, penumpukan stok, atau bahkan potensi penimbunan,” ujar Cindy.
Ia mendorong pemerintah mengambil langkah konkret dalam dua tahap, yakini jangka pendek, segera lakukan bantuan langsung kepada kelompok rentan, baik di pedesaan maupun perkotaan agar mereka tidak semakin tertekan untuk memenuhi kebutuhan pokok. Percepat pula operasi pasar sebagai langkah antisipatif, bukan reaktif.
Sedangkan untuk jangka menengah, diperlukan evaluasi menyeluruh terhadap rantai distribusi beras, identifikasi titik-titik inefisiensi dan hambatan, serta modernisasi alat distribusi agar beras bisa lebih cepat dan efisien sampai ke tangan konsumen.
“Surplus produksi beras tidak akan membanggakan bila rakyat tidak ikut merasakan surplus itu di dompet dan di meja makan mereka. Apa gunanya gudang penuh jika perut anak-anak kita tetap kosong,” tegas Cindy.
(Yudis/*)