Martin: Tuntaskan Pilkada Pematangsiantar
Getting your Trinity Audio player ready...
|
JAKARTA (21 Juni): Ketua DPP Partai NasDem Martin Manurung menegaskan agar Pilkada Kota Pematangsiantar segera dituntaskan. Tertundanya pemungutan suara Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Pematangsiantar berdampak kerugian bagi masyarakat. Pemerintah pusat dalam hal ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri) harus turun tangan, untuk kepastian terselenggaranya pilkada yang seharusnya digelar pada tahun 2015 tersebut.
"Apa karena Pematangsiantar kota kecil, sehingga tak jadi perhatian? Kasihan masyarakat Siantar, karena pilkada yang terkatung-katung," ujar Martin Manurung, Koordinator Wilayah Sumatera Utara Martin Manurung.
Hingga saat ini, Kota Pematangsiantar belum memiliki Walikota definitive, maka selama itu pula kerugian bagi masyarakat Pematangsiantar akan terjadi. Tanpa Walikota definitive, maka kewenangan pelaksana tugas sangat terbatas. Selain itu juga tidak bisa membuat kebijakan strategis dalam rangka pembangunan Siantar.
"Misalkan saja, ada kepala dinas tak menjakankan tugasnya, tak bisa dimutasi kalau kewenanganya sama, ngapain kita buat pilkada. Tunjuk saja langsung," ujar Martin.
Seperti diketahui, lanjutan Pilkada Pematangsiantar masih menunggu proses hukum. KPU Pematangsiantar banding ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTTUN) pada putusan PTUN yang menyatakan Surfenov Sirait dan Parlindungan Sinaga memenuhi syarat calon.
Lebih jauh Martin menambahkan, pemerintah pusat bisa intervensi proses peradilan. Bukan intervensi substansi, melainkan waktu penyelesaian sengketa. Pemerintah pusat memanggil KPU, Pemprovsu, pengadilan dan lembaga-lembaga lain yang terkait. Dari pertemuan itu, bisa disimpulkan tindaklanjut Pilkada Siantar yang masuk dalam tahapan Pilkada Serentak 2015.
"Bukan intervensi substansi. Begini, kalau perlu dibuat konsesus, sehingga muncul wacana, kapan PTTUN memutuskan, kemudian, jika KPU kasasi, giliran MA yang membuat skedule pemeriksaan hingga putusan akhir. Jadi ada kepastian," katanya.
Adanya kesepahaman bersama bahwa perlu percepatan penyelesaian sengketa, maka KPU Siantar melaksanakan tahapan yang belum selesai. Misalkan, pemutakhiran data pemilih, karena rentang 9 Desember 2015 Pilkada serentak hingga hari pemungutan suara susulan, terbuka perubahan daftar pemilih, baik bertambah karena memasuki usia 17 tahun, atau dikarenakan meninggal dunia dan pindah. "Kenapa tak bisa. Bisa kok peradilan cepat, karena pertimbangan kepentingan masyarakat luas," katanya.
Mendagri harus turun, sehingga ada kebijakan menjadi pedoman penyelenggara. Misalkan mengenai aturan khusus dana hibah, karena sebelumnya Mendagri melarang penyaluran dana hibah dua tahun berturut-turut kepada lembaga yang sama.
Kemudian, mengenai uang penyelenggara pengawasan yang pada 'kontrak' kerja disebutkan berakhir dua bukan setelah tahapan selesai. Sedangkan Mendagri membatasi, dana yang disalurkan untuk panwas maksimal 12 bulan. "Persoalanya bukan hanya menunggu putusan hukum. Tapi, perlu juga dibuat nomenklatur mengenai penggunaan dana hibah yang abnormal seperti di Siantar," katanya.
Kesempatan itu Martin mengingatkan adanya isu Pilkada Siantar akan bergabung dengan Pilkada Tahun 2017.
"Harus dipastikan bahwa Pilkada Siantar masuk di pelaksanaan serentak 2015. "Kalau digabungkan dengan 17 (tahun 2017, red), berarti pilkada serentak yang diusulkan Presiden Jokowi gagal. Atau Pak Jokowi tidak tahun persoalan Siantar," katanya. (*)