Jokowi Heran Presidential Threshold Dimasalahkan
JAKARTA (28 Juli): Presiden Joko Widodo merasa heran ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20% kursi atau 25% suara nasional menjadi masalah. Padahal, ambang batas tersebut sudah dua kali digunakan saat pemilihan presiden.
"Kita sudah mengalami dua kali presidential threshold 20 persen, yakni pada (pilpres) 2009 dan 2014. Kenapa dulu tidak ramai?" kata Jokowi di PT Astra Otoparts, kawasan Greenland Industrial Center Deltamas, Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, Jumat (28/7).
Ambang batas presidentiaop threshold tersebut menjadi persoalan krusial dalam RUU Pelaksanaan Pemilu yang baru saja disahkan DPR. Karena Dewan tidak menemui musyawarah mufakat soal tersebut maka pengambilan keputusan dilakukan secara voting. Empat fraksi DPR menyatakan menolak paket ambang batas presiden tersebut.
Menurut Presiden Jokowi, ambang batas 20% sangat penting untuk visi politik ke depan. Dengan syarat itu, presiden dan wakil presiden terpilih pun nanti bisa mendapat dukungan yang besar dari parlemen.
"Coba bayangkan. Saya ingin berikan contoh. Kalau nol persen, kemudian satu partai mencalonkan kemudian menang, coba bayangkan nanti di DPR. Kita dulu yang 38 persen saja kan, waduh, ini proses politik yang rakyat harus mengerti," ujar dia.
Ia meminta masalah ambang batas itu jangan dianggap seolah-olah karena keinginan pemerintah. Ia menegaskan ambang batas 20% merupakan hasil demokrasi dari pembahasan UU Pemilu di DPR dan bukan keputusan pemerintah semata.
"Ini produk demokrasi yang ada di DPR. Ini produknya DPR, bukan pemerintah. Dan di situ juga ada mekanisme proses demokrasi. Kemarin juga sudah diketok dan aklamasi, betul? Nah, itulah yang harus dilihat oleh rakyat," kata dia.
Ia mempersilakan pihak-pihak yang menolak untuk mengambil langkah hukum dengan menguji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK). Apalagi, Indonesia adalah negara demokrasi dan negara hukum. "Dulu meminta (presidential threshold) dan mengikuti (pilpres) kok sekarang jadi berbeda," kata dia.*