Asep Wahyuwijaya Tegas Menolak Permintaan AS Hapus Transaksi QRIS

Getting your Trinity Audio player ready...

JAKARTA (24 April): Anggota Komisi VI DPR RI Asep Wahyuwijaya dengan tegas menolak permintaan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump agar transaksi via QRIS (Quick Response Indonesian Standard) atau GPN (Gerbang Pembayaran Nasional) dihapus.

“Pertama karena produk tersebut dirilis oleh BI. Kedua, penggunaan sistem pembayaran melalui QRIS atau GPN sekarang sudah semakin masif. Ini menjadi cermin keberhasilan agenda literasi keuangan kepada warga yang diinginkan kita semua,” jelas Asep dalam keterangannya, Kamis (24/4/2025).

Sedangkan alasan yang ketiga, menurut Asep, penggunaan QRIS lebih praktis. Cukup scan barcode, tak perlu menggunakan kartu dan yang penting lagi data transaksi masyarakat pun lebih terlindungi dan terpantau langsung oleh kita sendiri.

“Alasan berikutnya adalah, ini yang jauh lebih penting, yakni kemandirian ekonomi dan keuangan melalui sistem pembayaran atau transaksi langsung yang terjadi hingga level akar rumput. Juga tidak ada beban biaya tambahan yang ditimbulkan untuk keuntungan perusahaan bangsa lain,” papar Kang AW, sapaan akrab Asep Wahyuwijaya.

Menurutnya, jangan jadikan sistem pembayaran yang dibanggakan bangsa ini menjadi hilang gara-gara tekanan Trump. Presedennya akan buruk kalau segala sesuatu yang diminta Negara Adi Daya ini dengan serta merta harus tunduk.

“Sekarang bicara sederhananya saja deh. Masa beli sebungkus rokok di pedalaman Rumpin atau Sukajaya, Bogor saja harus pake kartu berlogo visa atau master. Sedangkan dengan scan code QRIS justru jauh lebih mudah. Terus nantinya bagaimana dengan E-money Mandiri, Brizi BRI, Flazz BCA, dan kartu-kartu uang elektronik lainnya yang juga digunakan masyarakat sebagai alat pembayaran? Mau dihapus juga? Tidak sesederhana itu kan?” tegas Kang AW.

Legislator NasDem dari Dapil Jawa Barat V (Kabupaten Bogor) itu menjelaskan, atas dasar argumentasi itulah, team lobby Indonesia yang meminta penurunan tarif dagang ke AS harus mampu mengabaikan agenda soal sistem pembayaran kebanggaan kita itu menjadi bagian dari negosiasi.

“Cari kompensasi lain yang sepadan dan jauh lebih proper saja,” pungkas Asep.

(RO/*)

Add Comment