Indonesia Perlu Perkuat Daya Saing untuk Gaet Investasi
JAKARTA (5 Desember): Wakil Ketua Komisi XII DPR RI, Sugeng Suparwoto, menilai Indonesia masih perlu memperkuat daya saing untuk mengejar negara-negara tetangga yang lebih cepat menarik aliran modal asing.
“Di tingkat ASEAN tampaknya kita masih kalah dengan Vietnam. Thailand manufakturnya bagus, Singapura adalah pusat investasi keuangan. Kita justru terlihat menurun,” tegas Sugeng dalam Rapat Kerja Komisi XII DPR dengan Menteri Investasi dan Hilirisasi, Rosan Roeslani, di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (2/12/2025).
Sugeng menilai diperlukan terobosan kebijakan agar Indonesia dapat memperbaiki posisinya dalam persaingan investasi regional.
Ia mengapresiasi realisasi investasi nasional yang telah mencapai 75% hingga triwulan ketiga. Menurutnya, capaian tersebut masih memberi ruang bagi pemerintah untuk mengejar target akhir tahun.
“Saya pribadi cukup lega dengan data investasi yang mencapai 75 persen. Masih ada kesempatan di kuartal terakhir, mudah-mudahan target dapat tercapai. Kita sama-sama tahu investasi adalah salah satu faktor pertumbuhan yang sangat strategis,” ujar Sugeng.
Meski demikian, ia menyoroti perlambatan konsumsi domestik yang berdampak pada sejumlah sektor, termasuk otomotif.
“Pembelian mobil dan kendaraan bermotor turun terus. Ini harus menjadi perhatian karena konsumsi adalah penopang penting perekonomian,” tegas Sugeng.
Sugeng juga menyampaikan bahwa kontribusi investasi terhadap PDB masih berada pada kisaran 18 %. Ia menilai angka tersebut perlu ditingkatkan agar investasi dapat memberi dorongan lebih kuat bagi perekonomian nasional.
Legislator Fraksi Partai NasDem itu mendorong pembentukan kawasan industri di daerah yang dirancang secara terencana dan dilengkapi insentif yang sesuai.
la mencontohkan pendekatan Tiongkok yang memadukan desentralisasi politik dan pengembangan wilayah untuk menumbuhkan pusat ekonomi baru.
“Mungkin perlu ada kawasan-kawasan industri di daerah dengan insentif khusus. Kita dorong kemandirian energi dan pangan. Misalnya di Sumatera Selatan, ada kelebihan listrik sekitar 2 gigawatt. Ini potensi besar untuk merangsang investasi,” jelasnya.
la menekankan bahwa wilayah dengan surplus energi dapat menjadi magnet bagi industri dan pembukaan lapangan kerja.
Selain itu, Sugeng menyoroti tantangan ketenagakerjaan yang masih dihadapkan pada tingkat pengangguran yang tinggi serta perlunya ekosistem usaha yang lebih mendukung.
“Peluang dari konflik dagang global sebenarnya bisa menjadi momentum, tetapi negara yang paling siap menerima limpahan investasi adalah Vietnam. Ini harus kita jawab dengan perbaikan ekosistem domestik,” ungkapnya.
Sugeng mengingatkan bahwa pelaku usaha masih bersikap hati-hati dalam menanamkan modal. Menurutnya, kepastian regulasi dan keberpihakan kebijakan menjadi faktor penting untuk mempercepat realisasi investasi.
Ia juga menekankan perlunya mendorong konsumsi dan investasi secara bersamaan guna mendukung target pertumbuhan ekonomi.
“Perlu ekosistem dan kondusifitas. Kebetulan saya sering ngobrol dengan pengusaha, kok nampaknya ada psikologis pengusahanya juga lebih baik hold dulu. Maka tadi diskusi, kalau ini realisasi ini senang sekali,” pungkas Sugeng. (Yudis/*)