Dorong Keterlibatan Semua Pihak dalam Mencegah Penularan TB
JAKARTA (5 Juni): Tingkatkan penyebarluasan informasi terkait Tuberkulosis (TB) agar semua pihak terlibat aktif dalam pencegahan dan upaya pengendaliannya.
“Sepanjang tahun, kita menghadapi tantangan dalam penanggulangan TB. Stigma dan diskriminasi terhadap pasien TB masih menjadi tantangan dalam proses pengobatan,” kata Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat dalam sambutan tertulisnya pada diskusi daring bertema Ada Apa di Balik Kenaikan Kasus Tuberkulosis yang Sangat Tajam? Diskusi tersebut digelar oleg Forum Diskusi Denpasar (FDD) 12 di Jakarta, Rabu (5/6).
Diskusi yang dimoderatori Anggiasari Puji Aryatie (Tenaga Ahli Wakil Ketua MPR RI) itu menghadirkan Tiffany Tiara Pakasi (Ketua Tim Kerja Tuberkulosis /TB Kemenkes RI),
Tjandra Yoga Aditama (Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI–Direktur WHO SEARO /World Health Organization South East Asia Regional Office 2018-2020), dan Pinky Saptandari (Ahli Antropologi Kesehatan-Universitas Airlangga Surabaya) sebagai narasumber.
Selain itu, hadir pula Bobby Singh (Praktisi Penyakit Tuberkulosis) dan Setiawan Jati Laksono (Country Officer WHO Indonesia) sebagai penanggap.
Menurut Lestari, pasien TB juga masih kurang memahami terkait identifikasi dan tahapan pengobatan yang dijalani.
Berdasarkan Global TB Report Tahun 2023, ungkap Rerie, sapaan akrab Lestari, Indonesia berada pada posisi kedua dengan perkiraan 1.060.000 kasus dan 134.000 kematian akibat
TB per tahun.
Catatan tersebut, tegas Rerie yang juga legislator dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu, harus mendorong penguatan komitmen Indonesia dalam mengatasi TB.
Perbaikan sistem deteksi dini dan pelaporan kasus TB, ujar anggota Majelis Tinggi Partai NasDem itu, harus menjadi bagian dari langkah strategis dalam mewujudkan perlindungan kesehatan masyarakat.
Ketua Tim Kerja TB Kemenkes RI, Tiffany Tiara Pakasi, berpendapat untuk bisa mengeliminasi TB kita harus menemukan kasus TB lebih cepat dan memenuhi pengobatan hingga tuntas, memutus rantai penularan, sehingga dapat sembuh dengan baik.
Tingkat kesuksesan menemukan kasus TB, menurut Tiffany, harus mampu menemukan 90% dari estimasi sehingga mampu tercapai 90% sukses rate untuk sembuh.
Kenaikan kasus TB saat ini, jelas Tiffany, disebabkan pada masa pandemi covid-19 terjadi penurunan notifikasi kasus, under reporting hingga terjadi delay reporting kasus yang terjadi.
Berdasarkan kondisi tersebut, tambah dia, upaya deteksi dini dengan portable xray untuk menemukan kasus TB saat ini sedang dikerjakan dengan target menemukan kasus dan pengobatan segera sampai sembuh.
Sejatinya, ungkap Tiffany, kita sudah memiliki Peraturan Presiden No. 67/2021 tentang Penanggulangan TB dengan enam strategi penanggulangan antara lain penguatan komitmen dan kepemimpinan pemerintah pusat dan daerah, peningkatan akses layanan TB bermutu dan berpihak pada pasien.
Tjandra Yoga Aditama mengungkapkan pada pembukaan Rapat Tahunan WHO, akhir Mei lalu, diungkapkan bahwa di dunia saat ini sudah ada 87 juta orang berhasil didiagnosis dan terbebas dari TB.
Saat ini, tambah Tjandra, WHO juga mencatat 47 negara di dunia mengalami penurunan jumlah kasus TB lebih dari sepertiga. Sangat disayangkan, ujar dia, Indonesia tidak masuk dalam daftar negara itu.
Pada 2020, menurut Tjandra, peringkat jumlah kasus TB di Indonesia berada di lima besar dunia. Tetapi tahun ini, jumlah kasus TB di Tanah Air malah menduduki peringkat dua dunia.
Tjandra mengungkapkan, Tiongkok dalam 10 tahun mampu menurunkan jumlah kasus TB lebih dari 25%, padahal tingkat penurunan kasus TB dunia hanya 13%.
Capaian Tiongkok itu, ungkapnya, salah satunya didorong karena pada 2023, Negeri Tirai Bambu itu menaikkan budget penanggulangan TB 20 kali lebih besar bila dibandingkan tahun 2021. Langkah yang sama, tegas Tjandra, dapat juga dilakukan di Indonesia.
Kolaborasi multisektor, menurut Tjandra, harus segera diwujudkan. Peran generasi muda, tambah dia, penting untuk proses penanggulangan TB dan sosialisasi regulasi kesehatan secara umum.
Pinky Saptandari berpendapat, TB merupakan isu kesehatan yang banyak sekali balutan mitos, stigma, sosial dan budaya yang menambah kompleksitas permasalahan.
Menurut Pinky, pelayanan kesehatan untuk mengantisipasi dan pengobatan TB harus dilakukan secara holistik, integratif, komprehensif dan inklusif.
Pasalnya, tambah dia, ketika sudah ditemukan kasus pun, orang yang terkena TB itu tidak segera melakukan pengobatan.
Pinky menegaskan, penting untuk memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan budaya dalam pengobatan TB.
Upaya pengobatan TB, tegas dia, butuh keterlibatan aktif para pemimpin, tokoh-tokoh agama, dan pendidik dalam upaya mengeliminasi TB di Indonesia.
Bobby Singh mengungkapkan, dalam upaya mengeliminasi kasus TB pihaknya yang berpraktik di salah satu rumah sakit swasta, ikut memberi edukasi terhadap masyarakat terkait bahaya TB.
Dalam satu hari, menurut Bobby, sekitar 400-450 penderita TB berobat ke rumah sakit di tempat praktiknya. Pengobatan TB, tambah dia, biasanya dilakukan dengan dosis tetap.
Namun, tegas Bobby, pada kasus tertentu juga dibutuhkan obat lepasan bagi penderita TB yang resisten terhadap obat tertentu. Diakui Bobby, ketersediaan obat Rifampisin dan INH saat ini sangat terbatas untuk pengobatan TB.
Setiawan Jati Laksono mengungkapkan sebelum 2013 deteksi TB memakai surveillance rutin, sehingga jumlah temuan kasus lebih rendah.
Pada 2021 hingga sekarang, jelas Setiawan, pendataan TB menggunakan dynamic model sehingga angka jumlah kasus sangat terkait dengan performa program.
Diakui Setiawan, angka kasus TB di Indonesia memang terbilang tinggi, karena kita belum mampu mengendalikan faktor-faktor pemicu TB. Selain itu, tindakan pencegahan belum bisa dilakukan dengan baik.
Upaya pengobatan yang tidak tuntas, imbuhnya, akan menjadi beban dalam upaya eliminasi TB di Tanah Air. Saat ini Indonesia sudah mengalami recovery dalam penanganan TB sehingga temuan kasus cenderung meningkat dan bisa segera diobati.
Menurut dia, upaya kolaborasi lintas sektor dan lintas program dalam penanggulangan TB membutuhkan pendanaan yang utuh. Selama ini pendanaan TB hanya terpenuhi kurang dari 50% target. (*)