Sahroni: Keliru Bila Kasus Kekerasan Seksual Diselesaikan Melalui Pernikahan
JAKARTA (18 Desember): Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, menilai tidak tepat jika kasus kekerasan seksual diselesaikan melalui cara adat atau pelaku dan korban dinikahkan. Cara seperti itu dinilai keliru.
Hal itu disampaikan Sahroni merespons pernyataan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo terkait maraknya penyelesaian kasus kekerasan seksual melalui cara adat atau pelaku dan korban dinikahkan. Pernyataan itu disampaikan Listyo dalam sambutannya di peresmian Direktorat PPA dan PPO Bareskrim Polri, Selasa 17 Desember 2024.
“Saya kira logika kearifan lokal yang seperti ini perlu dikoreksi. Ini jelas keliru dan perlu diubah,” kata Sahroni melalui keterangan tertulis, Rabu (18/12).
Sekretaris Fraksi Partai NasDem DPR RI itu menegaskan bahwa kekerasan seksual merupakan tindakan pidana. Persoalan tersebut dinilai tidak bisa diselesaikan secara adat atau pernikahan.
“Tidak bisa kita serta merta menentukan nasib hidup korban lewat cara-cara kekeluargaan atau adat,” ungkapnya.
Menurutnya, korban kekerasan seksual mendapat trauma karena perbuatan pelaku. Jangan sampai dengan desakan keluarga persoalan tersebut diselesaikan melalui pernikahan.
“Apalagi dari banyak kasus, sang korban justru mendapat tekanan dari orangtua untuk menikahi pelaku. Ini kan salah. Korban kan sudah trauma, jangan justru dinikahkan dengan pelaku,” sebut Sahroni.
Legislator dari Dapil DKI Jakarta III (Kepulauan Seribu, Jakarta Barat, dan Jakarta Utara) itu meminta pihak kepolisian mengambil langkah tegas dalam menyikapi kasus kekerasan seksual. Hal itu diperlukan demi mencegah pernikahan paksaan yang kerap terjadi.
“Bayangkan si korban harus menikahi pelaku, dari awal saja sudah kriminal, apalagi ke depannya? Inilah menjadi salah satu alasan banyaknya KDRT dan perbuatan keji di rumah tangga,” tegasnya.
Sahroni mendorong polisi jemput bola dalam setiap kasus kekerasan seksual. Polri harus menjadi pihak yang memberikan ketegasan bahwa kekerasan seksual merupakan kejahatan dan wajib dihukum pidana.
Selain itu, Sahroni berharap setiap korban kasus kekerasan seksual bisa mendapat keadilan yang sesungguhnya. Polisi wajib memberikan perlindungan kepada korban.
“Korban kasus kekerasan seksual seharusnya mendapat keadilan, bukan paksaan. Polisi harus lindungi korban dari upaya mediasi yang menyebut menikahi pelaku merupakan solusi,” ujarnya.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Listyo menyebut banyak kasus kekerasan seksual terhadap perempuan yang diselesaikan melalui cara adat atau tradisi dengan dinikahkan antara pelaku dan korban.
Kapolri menilai diperlukan adanya penelitian khusus terkait penyelesaian kasus yang berkaitan dengan perempuan dan anak. Harapannya, penyelesaian kasus bisa sesuai dengan apa yang diharapkan korban maupun pihak korban. (metrotvnews/*)