Legislator NasDem Desak Pemerintah Evaluasi Menyeluruh Program MBG
JAKARTA (25 September): Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, menyampaikan keprihatinan mendalam atas kasus keracunan massal terkait Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat (Jabar) yang telah ditetapkan sebagai kejadian luar biasa (KLB).
“Program ini sejatinya dimaksudkan untuk meningkatkan gizi anak-anak sekolah, namun kejadian ini menunjukkan perlunya evaluasi menyeluruh terhadap aspek pengolahan, distribusi, dan pengawasan mutu makanan,” kata Nurhadi dalam keterangannya, Kamis (25/9/2025).
Nurhadi mendorong Badan Gizi Nasional (BGN), pemerintah daerah, dan lembaga terkait untuk segera fokus pada investigasi penyebab keracunan serta peningkatan standar higiene dan sanitasi dapur MBG.
“Apabila diperlukan, pelaksanaan MBG di dapur-dapur yang belum memenuhi standar dapat dihentikan sementara sampai hasil investigasi keluar,” imbuhnya.
Selain itu, ia mengusulkan pembatasan jumlah porsi per dapur, misalnya maksimal 2.000 porsi per hari. Pembatasan ini penting agar kualitas, kesegaran, dan pengawasan makanan lebih mudah terjaga serta beban kerja penyedia lebih seimbang.
“Langkah ini juga akan mempermudah sekolah dan pemerintah dalam melakukan pengawasan,” tegasnya.
Legislator Partai NasDem itu menegaskan dukungan penuh terhadap program peningkatan gizi siswa. Namun, keselamatan dan kesehatan penerima manfaat harus menjadi prioritas utama.
“Dengan pembenahan tata kelola, pengawasan yang lebih ketat, dan pembatasan porsi per dapur, kami optimistis program MBG dapat berjalan kembali dengan lebih aman dan tepat sasaran,” tegasnya.
Lebih lanjut Nurhadi mengatakan, akselerasi program MBG memang penting agar manfaatnya cepat dirasakan masyarakat. Namun, percepatan pelaksanaan harus dibarengi tata kelola yang baik.
“Percepatan tanpa kendali ibarat ‘menginjak gas tanpa mengatur kemudi’ berisiko menimbulkan kecelakaan, korban, dan keracunan massal,” ujarnya.
Sejauh pengamatannya, Nurhadi mengatakan bahwa penyebab utama maraknya keracunan pada program MBG terletak pada manajemen dapur yang belum tertata dengan baik, mulai dari kompetensi kepala dapur hingga ahli gizi.
“Oleh karena itu, evaluasi menyeluruh dan pembatasan jumlah penerima manfaat per dapur menjadi langkah proporsional untuk mencegah beban berlebih dan menjaga kualitas layanan,” pungkasnya. (Yudis/*)